Ganjar Bangkitkan Dono Warkop DKI dengan Kaos Clean Government di Simpang Lima Semarang

SEMARANG, iNews.id - Ganjar Pranowo menjadi sorotan, saat kampanye akbar terakhir di Lapangan Pancasila Simpang Lima, Semarang, Jawa Tengah, Sabtu (10/02/2024). Di balik jaket bombernya, capres nomor urut 3 yang juga diusung Partai Perindo itu mengenakan kaus putih bertuliskan Join Us We Fight for a Clean Government' yang artinya 'Ikut kami, kami berjuang untuk pemerintahan yang bersih.
Kalimat bertuliskan 'Join Us We Fight For A Clean Government' di kaus yang dikenakan Ganjar, ternyata sama persis seperti yang dikenakan mendiang Wahjoe Sardono alias Dono Warkop DKI.
Bukan tanpa alasan, Ganjar sengaja memakai kaus tersebut karena selaras dengan visi misi Ganjar- Mahfud untuk melakukan bersih-bersih di pemerintahan. Ganjar-Mahfud bertekad untuk memberantas korupsi kolusi dan nepotisme (KKN).
Informasi yang dihimpun, kaus yang dikenakan Ganjar tersebut sama persis seperti yang dipakai Dono saat ditangkap tentara di tahun 1974. Saat itu, Dono bersama para mahasiswa menggelar unjuk rasa dalam aksi Malapetaka Lima Belas Januari atau Malari.
Komika Ernest Prakasa sempat mengunggah foto Dono saat dikepung sejumlah tentara pada masa Orde Baru di instagramnya. Dalam foto yang diunggah, terlihat Dono mengenakan kaus bertuliskan 'Join Us We Fight for a clean government' yang artinya 'Ikut kami. Kami berjuang untuk pemerintahan yang bersih.'
Seperti diketahui, mendiang Dono termasuk sosok yang kritis saat mengenyam pendidikan di Universitas Indonesia (UI). Pada masa itu, Dono sempat ikut dalam demo mahasiswa menolak dominasi ekonomi Jepang di Indonesia.
Sayangnya, pada masa orde baru itu aksi Dono berbuah pil pahit karena menyinggung pemerintah. Rumah orang tua Dono di Delanggu sempat didatangi intel dan kepolisian.
Pada 1998, Dono muda kembali turun ke jalan. Ia dan teman-temannya mengadang aparat keamanan yang mencoba merangsek masuk ke Universitas Katolik Atmajaya, Semanggi, Jakarta Selatan.
Keberanian Dono memperjuangkan reformasi, diungkapkan dalam buku 'Warkop Main-Main Jadi Bukan Main' karya Rudy Badil dan Indro Warkop. Jurnalis Kompas, Budiarto Shambazy yang dipercaya menuliskan kata pengantar masih mengingat dengan jelas kejadian bersejarah tersebut.
Editor: Maria Christina