Harga Kedelai Melonjak, Perajin Tempe di Brebes Terancam Bangkrut
BREBES, iNews.id - Perajin tempe di kawasan Pantura, Kabupaten Brebes terancam gulung tikar menyusul harga kedelai yang membumbung tinggi. Kenaikan harga bahan baku tidak dibarengi kenaikan harga jual produksi.
“Harga kedelai impor di pasaran sudah mencapai Rp8.900/kg. Padahal sebelumnya hanya Rp6.500/kg,” kata Asikin, perajin tempe dan tahu di Kabupaten Brebes, Rabu (30/12/2020). Kenaikan bahan baku membuat usahanya terancam tutup.
Para perajin semakin terjempit karena kenaikan harga kedelai tidak diimbangi naiknya harga jual tempe di pasaran. Imbasnya, dirinya terpaksa meliburkan lima pekerja yang sudah puluhan tahun bekerja di tempat usahanya.
Guna menjaga kelangsungan usaha, perajin menyiasati dengan mencampur bahan baku utama kedelai dengan ampas tahu. Komposisinya, bahan kedelai 75 persen, dan ampas tahu 25 persen.
Asikin tidak berani menaikan harga jual karena khawatir tidak lalu. Untuk tempe ukuran 5 centimeter, tetap dibanderol Rp5.000. “Kenaikan harga kedelai juga mengakibatkan menurunnya jumlah produksi tempe,” ucapnya.
Dalam sehari, biasanya memproduksi 25-30 kg tempe/hari. Namun kini, hanya mampu memproduksi 10-15 kg tempe/hari. Pengurus primer tempe dan tahu Indonesia (Primkopti) Kabupaten Brebes, Ahmad Sukeri menyebut, melonjaknya harga kedelai karena di tingkat suplayer sudah naik.
Sehingga harga sampai ke perajin lebih dari Rp9.000/kg. Sebelum pandemi Covid-19, harga kedelai impor di pasaran hanya sekitar Rp7.500/kg. Saat ini, stok kedelai di gudang Primkopti Brebes juga kosong. “Saya memprediksi harga kedelai akan terus mengalami kenaikan,” kata Ahmad Sukeri.
Pihaknya berharap pemerintah segera turun tangan menstabilkan harga kedelai yang terus melonjak. Sebab jika dibiarkan berlarut-larut, para perajin tempe bakal gulung tikar karena tidak mampu membeli bahan baku.
Editor: Ary Wahyu Wibowo