Ibu Cantik Ini Sukses Bisnis Bakmi di Tengah Pandemi, Pelanggannya Orang Eropa hingga Arab Saudi
SEMARANG, iNews.id - Yogyakarta dikenal sebagai kota wisata, bukan hanya karena banyak tempat menarik untuk dikunjungi dan banyak suguhan seni yang dapat dinikmati. Tapi wisata kulinernya yang wajib untuk dicicipi dan selalu bisa meresap di lidah.
Salah satu makanan khas Jogja yang mudah diterima semua lidah adalah Bakmi Yogya atau dikenal dengan sebutan Bakmi Jawa (baca: Bakmi Jowo). Paduan mi bertekstur kenyal dengan racikan bumbu dan kuah kaldu ayam yang gurih menjadikan Bakmi Yogya digemari semua kalangan.
Kenangan untuk bisa datang ke Jogja dan menikmati bakmi harus terganjal pandemi. Apalagi tidak mudah untuk mendapatkan Bakmi Jawa khas Jogja di setiap daerah. Belum tentu bakmi goreng atau godhog (rebus) itu ada yang menjualnya.
Peluang bisnis itu ternyata ada di benak seorang ibu rumah tangga asal Jogja, Bintari Saptanti. Dia ingin memenuhi keinginan masyarakat yang rindu Bakmi Jawa dengan membuat Bakmi Jogja yang pertama kali dijual dalam bentuk kemasan.
Ada kemasan Mi Godhog Jogja dan Mi Goreng Jogja. Pelaku usaha mikro kecil dan menengah (UMKM) ini memberi label produksinya Bakmi Sundoro. Jangan kaget bila produk lokal Bakmi Sundoro sudah sampai ke pelanggannya di Belanda, Jepang, Arab Saudi, Singapura, Malaysia, hingga Kanada pada masa pandemi ini.
Bakmi Sundoro seperti mengirimkan kenangan untuk terus dinikmati di berbagai kota dan lintas negara dalam sebuah sajian bakmi yang hangat dalam persahabatan.
"Kami ingin menjamu siapa pun yang rindu kuliner Yogya, terutama Bakmi Jawa ke setiap wilayah. Kami bawakan hingga ke rumah-rumah pelanggan," kata Tanti, begitu dia akrab disapa, Minggu (29/8/2021)
Dia mengatakan, semula dirinya membuka warung Bakmi Jawa di kawasan Taman Tulang, Jatisari, Mijen, Kota Semarang, Jawa Tengah pada tahun 2019. Niat itu dipicu keinginan anak sulungnya yang lulus sekolah koki. Dia juga membuka warung di jalur tol Rest Area 456.
Warung Bakmi Sundoro itu sendiri berusaha melayani pembeli dengan cara drive thru. Itu artinya pembeli tidak perlu antre lama untuk mendapatkan pesanannya. Nama Sundoro itu sendiri diambil dari nama Sultan Hamengku Buwono II sewaktu muda: Raden Mas Sundoro. Tanti merupakan keturunan keenam dari Hamengku Buwono II.
Ibu dari lima anak ini berharap dengan menyematkan nama Sundoro, maka ketangguhan, kegigihan, dan kebesaran Raden Mas Sundoro dapat melekat di bisnis kulinernya, Bakmi Sundoro.
Menggeluti bisnis dengan sepenuh hati itu makin terasa kerena keluarga Tanti memang penggemar makan mi. Warung kuliner Bakmi Sundoro pun berkembang. Pada Maret 2020 sudah ada delapan cabang. UMKM ini menargetkan pada Desember 2020 mampu membuka 50 cabang.
Namun harapan itu terhalang ketika pandemi Covid-19 melanda Indonesia. Warung Bakmi Sundoro tidak boleh buka oleh Satpol PP pada tanggal 14 Maret 2020. Warung dan booth yang sedang berkembang terpaksa harus ditutup.
Tapi bisnis tidak boleh menyerah. Harus tetap berbisnis di tengah pandemi Covid-19. Itulah yang dilakukan Tanti. Jika semula dia punya 12 karyawan, karena pandemi, maka delapan karyawan dirumahkan. Tersisa empat.
Namun Tanti memiliki pengalaman yang kemudian menjadi pemicu perkembangan Bakmi Sundoro. "Pada waktu Lebaran tahun 2019, salah satu pembeli yang makan di tempat ingin membawa mi dan bumbunya pulang ke kota lain. Ini yang tidak pernah kami pikirkan," ujarnya.
Dia kemudian berpikir bagaimana jika dalam satu kemasan ada mi dan bumbunya. Itu artinya harus dibungkus dalam kemasan yang rapi dan aman. Masalahnya berapa lama bisa bertahan mie dan bumbu tanpa bahan pengawet itu?
Tantangan itu pun menjadi cambuk bagi dirinya untuk berkreasi, Bakmi Sundoro pun dikemas. Memastikan bakmi bisa dihidangkan dengan rasa yang tak berubah di tiap meja makan pelanggannya di berbagai kota dan negara.
Dia mengaku bukan hal mudah untuk memproduksi Bakmi Yogya dalam kemasan yang memiliki cita rasa seperti Bakmi Yogya yang bisa disantap langsung di warungnya. Dia membuat terobosan baru yang keluar dari pakem penyajian bakmi.
"Semula saya hanya memproduksi bakmi dalam bentuk frozen food atau makanan beku. Bentuk ini hanya bertahan tiga hari dalam suhu ruang karena tidak menggunakan pengawet. Namun, hal ini menjadi kendala saat bakmi harus dikirim ke luar Pulau Jawa yang memakan waktu lebih lama," katanya.
Dia menemukan solusi dengan memanfaatkan mesin pengering makanan (dehydrator). Tanti berhasil membuat varian bakmi kering yang bertahan hingga satu tahun. Seperti sebuah lompatan sejarah, bakmi itu pun memiliki rasa yang sama.
Sementara itu ketika pandemi mulai melanda, Gubernur Jateng Ganjar Pranowo membaca situasi yang akan terjadi. Transaksi bisnis tradisional menjadi kendala pengembangan bisnis di wilayahnya. Untuk bisa berdaya, semua harus mau bertransformasi, menjadikan para pejuang lokal itu sebagai motor untuk mengerek ekonomi.
“Transformasi digital sudah menjadi fokus Pemerintah Jawa Tengah. Kami ingin mengajak semua industri, terutama UMKM untuk meningkatkan adopsi teknologi guna mendongkrak performa bisnis dan ekonomi daerah. Penggunaan teknologi semakin krusial di tengah situasi Covid-19 yang menghadirkan bukan saja tantangan, namun juga kesempatan baru untuk mengembangkan bisnis,” kata Ganjar.
Dia pun menghubungi beberapa para pengelola marketplace untuk dapat membantu UMKM di Jawa Tengah agar mampu berbisnis secara online. Bergotong royong untuk bisa saling berbagi ilmu dan kesempatan untuk terus sukses. Banyak pejuang lokal yang gigih dan mau untuk bertransformasi.
Ternyata Tanti telah melakukan apa yang diharapkan oleh Ganjar Pranowo melalui Bakmi Sundoro. Begitu warungnya ditutup tidak boleh berjualan secara konvensional, maka ia mengembangkan bisnis dengan berjualan secara online. Pada awalnya menggunakan sarana komunikasi di Instagram. Dalam platform itu, dirinya tertantang untuk memajang foto-foto Bakmi Sundoro yang menarik.
"Saya jadi harus belajar memasarkan produk secara online. Padahal, saya termasuk emak-emak gagap teknologi,” ujarnya sembari tertawa. Dengan bantuan sang anak, Tanti belajar memanfaatkan media sosial dan e-commerce, untuk memasarkan produknya. Perlahan, penjualan Bakmi Sundoro meningkat.
Kini, Tanti memiliki lebih dari 300 reseller yang tersebar di seluruh Indonesia. Adapun gudang dan reseller itu mendistribusikan dua jenis Bakmi Sundoro, yaitu bakmi frozen dan kering. Keduanya memiliki dua varian penyajian, yakni goreng dan rebus (godhog).
Selain itu, Bakmi Sundoro juga memproduksi Bumbu Masak Instan Serbaguna yang dapat digunakan untuk memasak Bakmi Jowo, Nasi Goreng, atau Magelangan.
Tanti menyebutkan dalam satu bulan, Tanti kini bisa menjual lebih dari 25.000 bungkus Bakmi Sundoro dan mengantongi omzet hingga ratusan juta rupiah.
Untuk memenuhi permintaan pasar, Tanti memberdayakan 30 karyawan yang didominasi emak-emak. Mereka berasal dari lingkungan sekitar rumah Tanti. Sekaligus mereka semua menolak untuk menyerah di tengah pandemi.
Bagi Tanti, mampu membuktikan menjual produk Bakmi Jawa Bakmi Sundoro merupakan kebanggaan dan kepuasan tersendiri sebagai pejuang lokal.
"Kita dibanjiri mi dari Korea. Maka saya tertantang untuk membanjiri pasar lokal di Indonesia dengan mie kita sendiri. Kita harus mampu menjadi raja di rumah sendiri," ujarnya.
Editor: Ahmad Antoni