Keluh Kesah Pengungsi Merapi di Posko Pengungsian Desa Tlogolele Boyolali

BOYOLALI, iNews.id - Ratusan warga di Desa Tlogolele, Kecamatan Selo, Kabupaten Boyolali harus mengungsi setelah status Gunung Merapi naik menjadi Siaga. Untuk sementara, berbagai aktivitas harus ditinggalkan demi keselamatan diri dan keluarga.
Menjadi pengungsi Gunung Merapi sudah tiga kali dialami Parni,46, warga Dukuh Stabelan, Desa Tlogolele, Kecamatan Selo, Kabupaten Boyolali. Tahun 2010 dan 2006 lalu, dirinya juga harus mengungsi karena terjadi erupsi Merapi. Tidur di pengungsian enak tidak enak harus diterima.
“Kalau makan, minum dan lainnya terpenuhi. Inginnya pulang ke rumah, tapi kalau bapak-bapak dari Pemerintah belum mengizinkan, ya saya juga tidak pulang,”kata Parni di tempat penampungan pengungsian sementara (TPPS) Desa Tlogolele, Kecamatan Selo, Boyolali.
Baginya sebagai rakyat kecil, mengikuti petunjuk Pemerintah merupakan hal yang paling baik. Sebelum diminta mengungsi mulai 9 November 2020 lalu, warga di empat dukuh yang berjarak 3-5 kilometer dari puncak Merapi di Desa Tlogolele mulai bersiap bercocok tanam. Ada yang sudah terlanjur menanam namun ada juga yang baru menyiapkan lahan. “Kalau yang terlanjur menanam ya hanya bisa pasrah. Kalau yang baru menyiapkan lahan, tidak berani untuk melanjutkan menanam,” katanya.
Mereka hanya bisa berjaga jaga mengingat “Simbah Buyut” (panggilan warga setempat untuk Gunung Merapi) yang tengah bersiap “punya gawe atau punya kerja” (erupsi). Tanaman biasanya ditanam adalah sayur mayur, seperti cabe, tomat, dan beragam lainnya. Mereka tidak ambil resiko terkait kondisi Merapi saat ini. Warga merasa khawatir jika melanjutkan justru tidak bisa memetik panen kalau Merapi mendadak meletus.
Sedangkan yang terlalu menanam, tetap dirawat sebaik baiknya. Panen seperti cabe baru bisa dilakukan setelah empat bulan. Sedangkan sayuran sekitar 2 bulan. Padahal mereka yang terlanjur menanam usianya baru 1-2 minggu. Sedangkan yang baru menanam, memilih untuk berhenti. Warga memilih untuk fokus keselamatan diri dan keluarganya. Saat ini, anak dan cucunya sudah berada di pengungsian.
Ia mendapat jatah satu bilik untuk tidur bersama anak dan cucunya. Sedangkan suami masih di rumah untuk berjaga. Saat mengungsi, barang yang dibawa adalah pakaian secukupnya dan surat surat berharga. Saat siang, dirinya menyempatkan diri untuk kembali ke rumah sekedar untuk melihat kondisi.
Hal-hal yang dilakukan saat sejenak kembali ke rumah adalah bersih bersih, dan memberi makan ternak. Suaminya yang tinggal di rumah terpaksa masak sendiri selama tinggal anak istri di pengungsian. “Kalau laki laki khan kalau ada apa apa langsung bisa cepat bergerak,” ujar perempuan yang memiliki dua anak dan dua cucu ini.
Editor: Ahmad Antoni