Kisah 7 Pemuda Ashabul Kahfi yang Ditidurkan Allah Selama 309 Tahun

Mereka adalah para penyembah berhala dan Tagut, dan selalu mengadakan kurban penyembelihan hewan untuk berhala sesembahan mereka. Raja mereka saat itu adalah seorang yang diktator lagi keras kepala, bernama Dekianus. Ia menganjurkan rakyatnya untuk melakukan hai tersebut, menyeru serta memerintah mereka Untuk menyembah berhala dan berkurban untuk berhala.
Ketika orang-orang keluar menuju tempat pertemuan mereka dalam hari raya itu, para pemuda tersebut ikut keluar bersama bapak-bapak mereka dan kaumnya untuk menyaksikan apa yang diperbuat oleh kaumnya dengan mata kepala sendiri.
Setelah menyaksikan perayaan itu, mereka mengetahui bahwa apa yang dilakukan oleh kaumnya —yaitu bersujud kepada berhala dan berkurban untuknya— tidak boleh dilakukan kecuali hanya kepada Allah yang telah menciptakan langit dan bumi. Maka para pemuda itu meloloskan diri masing-masing dari kaumnya dan memisahkan diri di tempat yang terpisah jauh dari mereka.
Pada mulanya seseorang dari mereka duduk bernaung di bawah pohon, lalu datanglah pemuda lain ikut duduk bergabung dengannya. Kemudian datang lagi pemuda yang lain. Demikianlah seterusnya hingga semuanya berkumpul di tempat tersebut, tanpa saling mengenal di antara sesama mereka.
Sesungguhnya motivasi yang mendorong mereka berkumpul di tempat itu tiada lain dorongan hati mereka yang beriman, seperti yang disebutkan di dalam sebuah hadis yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari secara taliq, melalui hadis Yahya ibnu Sa’id, dari Amrah, dari Siti Aisyah ra yang mengatakan bahwa Rasulullah Saw pernah bersabda: "Roh-roh itu bagaikan tentara yang terlatih; maka yang mana di antaranya yang kenal akan menjadi rukun, dan yang mana di antaranya yang tidak kenal akan bertentangan.
Imam Muslim telah mengetengahkan pula hadis ini di dalam kitab sahihnya melalui riwayat Suhail, dari Abu Hurairah, dari Rasulullah Saw dan orang-orang mengatakan bahwa kebangsaan adalah motivasi persatuan.
Masing-masing dari mereka menutup diri dari yang lainnya karena takut pribadinya terbuka, sedangkan dia tidak mengetahui apakah temannya itu seakidah dengannya ataukah tidak? Akhirnya salah seorang dari mereka memberanikan diri mengatakan, "Hai kaumku, kalian mengetahui, demi Allah, sesungguhnya tiada yang menjauhkan kalian dari kaum kalian hingga kalian memisahkan diri dari mereka kecuali karena suatu alasan, maka hendaklah kita mengutarakan tujuannya masing-masing."
Editor: Kastolani Marzuki