get app
inews
Aa Text
Read Next : 3 Tempat Lari Malam di Semarang yang Paling Seru dan Nyaman

Kisah Heroik Sanjoto, Pengawal Bung Karno yang Pernah Menguji SIM Militer Ahmad Yani

Senin, 09 Agustus 2021 - 06:45:00 WIB
Kisah Heroik Sanjoto, Pengawal Bung Karno yang Pernah Menguji SIM Militer Ahmad Yani
Kapten CPM Purn Sanjoto mengelap helm putih yang pernah digunakan saat mengawal Bung Karno. (foto: Istimewa)

SEMARANG, iNews.id – Momentum peringatan HUT Kemerdekaan RI setiap menjelang tanggal 17 Agustus selalu menjadi kenangan bagi Kapten CPM Purn Sanjoto. Dia adalah satu di antara sedikit pejuang Kemerdekaan RI yang masih tersisa.

Usia yang sudah uzur tak melunturkan ingatannya akan rentetan sejarah perjuangan di masa peperangan gerilya hingga penggerebekan gembong PKI DN Aidit saat melarikan diri dari Jakarta hendak menuju Solo. Aidit sempat singgah di rumah yang kini ditempatinya, Jalan Jalan Belimbing Raya No 34 Semarang, Jawa Tengah.

Sanjoto yang genap berusia 91 tahun pada 17 November mendatang selalu terngiang pada kisah perjalanannya memanggul senjata dalam peperangan gerilya.

Untuk mengingatnya, Sanjoto pun mengeluarkan benda-benda bersejarah yang pernah menyertainya berjuang mengabdi kepada nusa dan bangsa. Hal itu selalu dilakukan setiap menjelang peringatan 17 Agustus.

Helm putih bertuliskan PM yang di tengahnya terdapat bintang adalah satu-satunya yang punya nilai tertinggi sebagai saksi yang digunakan mengawal Presiden Soekarno saat berada di Tegal menginspeksi pasukan Banteng Raider pimpinan Letkol Inf Ahmad Yani usai menumpas Gerombolan DI TII pimpinan Karto Soewirjo.

Helm tersebut bagai pusaka yang selalu dilap dan dibersihkan dengan sesekali meneteskan air matanya. Ya, Sanjoto merupakan anggota Polisi Tentara (PT) sekarang Corps Polisi Militer, pertama yang direkrut di mana revolusi 1945. 

Awal bertugas di garis demargasi wilayah Denpom Surakarta pasca penguasaan Jepang. Kemudian di tahun 1948 bertugas sebagai pengaman rute gerilya Panglima Besar Jenderal Soedirman di wilayah Wonogiri hingga perbatasan Jawa Timur bermarkas di Jumopolo. 

Keberhasilannya saat itu berhasil mencarikan jalan pulang ke Yogyakarta pasukan gerilya Jenderal Soedirman dalam memenuhi panggilan Presiden Soekarno. Padalah menurut Sanjoto, saat itu pasukan Belanda banyak tersebar di wilayah Wonogiri.

Pasukan Sanjoto pun juga sering terlibat pertempuran kecil. Bahkan yang dinilai paling menggembirakan saat menghadang dan menghancurkan rombongan truk pasukan Belanda. 

"Saat itu kami sergap di pengkolan. Dinamit yang kami pasang meledak tepat saat truk melintas. Seketika di keremangan malam kobaran api ledakan menerangi seluruh wilayah perkebunan tebu. Rentetan tembakan kami arahkan ke truk yang membawa pasukan Belanda yang ternyata dari pasukan Gurkha dan berkulit hitam,” kenang Sanjoto di rumahnya, Jalan Belimbing Raya No 34 Semarang, Minggu (8/8/2021).

“Banyak yang gugur dan lainnya melarikan diri. Saat itu kami berhasil merampas banyak senjata diantaranya pistol FN45 dan senapan Jungle Rifle yang akhirnya saya gunakan untuk gerilya," kenangnya.

Sanjoto juga terkenang saat pasukannya menyeberangkan di sungai Bengawan Solo disergap pesawat Cocor Merah Belanda. Dari atas ditembaki dan membuat masyarakat pengungsi dan banyak pejuang yang gugur. 

"Saat itu kali Bengawan Solo airnya jadi merah darah, banyak yang gugur badannya ditembus peluru yang ditembakkan dari pesawat Belanda," cerita dia dengan mata berkaca-kaca.

Perjalanan pengabiannya tak berhenti di situ, Sanjoto pun ikut mengawal pembentukan Batalyon Banteng Raiders oleh Letkol Inf Ahmad Yani. Bahkan saat di wilayah Tegal, Sanjoto lah yang menguji Ahmad Yani untuk mendapatkan SIM Militer. 

Maka ketika konfrontasi dengan Malaysia dalam Dwikora, KSAD Letnan Jenderal TNI Ahmad Yani saat bertemu Sersan Sanjoto langsung menepuk pundaknya dan menyatakannya di hadapan para perwira lain atas jasa Sanjoto saat mengujinya untuk mendapatkan SIM Militer.

Setelah bertemu dengan Sanjoto, Jenderal Ahmad Yani pun menghadiahi kenaikan pangkat. Dan setelah usai konfrontasi Indonesia-Malaysia, dia dikembalikan ke Kodam VII (sekarang IV) Diponegoro, bertugas di Pomdam.

Bertugas dalam memenuhi pengabdian kepada bangsa dan negara membuat Sanjoto tak sempat memikirkan untuk punya rumah tinggal. Hingga pada saat tahun 1970, dia mendapatkan perintah dari komandannya untuk menempati rumah yang pernah digerebeknya saat awal Oktober 1965. Rumah di Jalan Belimbing Raya No 34 merupakan rumah yang disinggahi gembong PKI DN Aidit saat melarikan diri dari Jakarta hendak menuju Solo.

"Rumah ini pernah saya gerebek setelah mendengar Aidit singgah ke Semarang. Tapi sayangnya saya tiba ke sini rumah sudah dalam keadaan kosong. Kata tetangga tidak ada 1 jam penghuninya sudah meninggalkan rumah. Sejak itu rumah ini kosong sampai ada perintah di tahun 1970 untuk saya tempati," ujar Sanjoto.

Rumah yang ditempati 50 tahun ini pun dalam perjalanannya dikuasai Pemerintah Kota Semarang. Yang semula tanah negara menjadi aset Pemkot. Namun Gubernur Jateng Ganjar Pranowo dan Wali Kota Semarang Hendrar Prihadi sudah berencana menghibahkan rumah tersebut untuk Veteran Pejuang Kemerdekaan RI  Sanjoto. 

Tentu atas banyak pertimbangan di antaranya jasa kepada bangsa dan negara. Apalagi Sanjoto juga merupakan penggagas dan pendiri Satuan Penertiban Umum (Tibum) yang sekarang dikenal Satpol PP Kota Semarang, saat dikaryakan di Kota Madya Semarang tahun 1974-1990.

Yang menggembirakan sejak tahun 2020, khususnya menjelang peringatan HUT RI selalu ada yang datang merehab rumahnya yang kala itu semakin reyot dan rusak. 

"Di tahun 2020 rumah ini dibangunkan Pak Ganjar Pranowo melalui Dandenpom IV/5 Semarang Letkol CPM Okto Femula dan REI Jateng. Kemudian saat ini Bintal TNI melalui Kodim 0733 dan Danramil 13  Semarang Selatan Mayor Inf Rahmatullah AR, juga membangun bagian belakang rumah yang sebelumnya masih tergenang air karena lebih rendah permukaannya dari jalan depan. Kami sangat berterima kasih atas perhatian semua kalangan, termasuk Pemerintah dan TNI," ujarnya.

Kini di usianya yang senja, Sanjoto banyak istirahat di rumah. Apalagi di tengah pandemi Covid-19. Dia yang tinggal di rumah hanya ditemani istrinya setiap saat menerima kunjungan dari Babinsa Koramil 13. Para Babinsa ini sengaja diperintahkan Danramil untuk menjaga dan melayani Veteran Sanjoto.

"Kalau dulu beliau melayani jenderal kami, Panglima Besar Soedirman, maka sudah sepantasnya kami sebagai 'anak cucu' panglima besar membalasnya dengan melayani sebaik-baiknya. Beliau merupakan warga kami yang setiap saat kami butuhkan untuk penyemangat," kata Rakmatullah.

Editor: Ahmad Antoni

Follow Whatsapp Channel iNews untuk update berita terbaru setiap hari! Follow
Lihat Berita Lainnya

iNews.id
iNews Network
Kami membuka kesempatan bagi Anda yang ingin menjadi pebisnis media melalui program iNews.id Network. Klik lebih lanjut