Kisah Sugiarno Nyaris Ditembak dan Dipenggal Tentara Jepang saat Pertempuran 5 Hari Semarang
SEMARANG, iNews.id - Pertempuran 5 Hari Semarang mengisahkan semangat juang para pemuda mengusir Jepang dari Semarang setelah Proklamasi Kemerdekaan RI. Kisah pertempuran itu masih terngiang dalam benak Sugiarno (92) yang kini tinggal di Jalan Siliwangi Semarang.
Pada waktu itu, Minggu (14 Oktober 1945), Sugiarno baru berusia 15 tahun. Dia tinggal bersama keluarganya di salah satu kampung yang ada di Poncol Semarang. Suatu sore menjelang maghrib, rombongan pasukan Jepang dari Batalyon Kidobutai bermarkas di Jatingaleh turun menyebar di Poncol dan salah satunya memasuki rumah orang tua Sugiarno. Kedatangan mereka mencari pemuda dan menangkapinya.
Siang hari sebelumnya, tampaknya sudah banyak terjadi insiden pemuda Semarang mengadang orang-orang Jepang setelah para pemuda merasa ditipu oleh tentara Kidobutai saat meminta senjata dan yang diserahkan senjata rusak pada pagi harinya di Jatingaleh bersama Wakil residen saat itu Mr Wongsonegoro.
Sontak membuat Jepang marah, karena banyak warganya yang dilucuti, dianiaya, dibunuh bahkan diculik pemuda. Mereka mendatangi kampung-kampung mencari pemuda untuk melakukan pembalasan.
Di Poncol sudah banyak pemuda yang dibawa Jepang. Tidak sedikit mereka disiksa, ditembak dan disembelih di sungai kecil yang ada di dekat Stasiun Poncol. Saat Jepang berada di rumah Sugiarno, mereka menggedor-gedor pintu dan mengarahkan senjatanya ke seluruh penghuni rumah.
Sugiarno yang sembunyi di bawah kolong langsung diseret keluar. Melihat itu, ibunya meronta-ronta hingga melepaskan seluruh pakaiannya hanya untuk berbelas kasihan kepada Jepang agar anaknya dilepaskan.
"Saat itu sebilah samurai sudah menempel di leher saya, kemudian ibu saya berlari ke pekarangan rumah menemui salah satu tentara sambil menunjukkan sebuah foto adik perempuan saya yang sedang digendong seorang Mayor tentara Jepang di Surabaya,” kata Sugiarno.
Editor: Ahmad Antoni