Pariwisata Ditutup, Begini Keluh Kesah Pedagang Barang Antik Pasar Triwindu Solo
SOLO, iNews.id - Sejumlah pedagang barang antik di Pasar Triwindu Solo mengeluh sepi pembeli di masa pandemi Covid-19. Transaksi penjualan anjlok hingga 90 persen.
"Perdagangan selama pandemi sejak 2020 hingga sekarang sangat sepi, sehingga transaksi diperkirakan rata-rata hanya sekitar 10 persen per bulan dari pembeli lokal saja," kata Sulardi (47) salah satu pedagang di Pasar Triwindu Solo, Sabtu (21/8/2021).
Bahkan tokonya tutup selama tujuh bulan, yakni April hingga November 2020 karena pandemi. Para pedagang barang antik setelah tutup kembali buka pada Juli 2021. Namun waktunya dibatasi dan sepi pengunjung yang belanja.
"Perdagangan barang antik di Pasar Triwindu Ngarsopura Solo, masa pandemi penurunan mencapai 90 persen, karena tidak ada pengunjung yang datang berbelanja," katanya.
Menurut dia, sepinya pengunjung salah satu penyebabnya karena pariwisata ditutup. Tidak ada wisatawan, baik domestik maupun mancanegara yang masuk dan datang di Pasar Triwindu.
"Selama PPKM (Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat) sejak Juli 2021 buka tetapi dibatasi waktunya, sehingga hanya melayani pembeli dari lokal. Sedangkan wisatawan atau turis dari mancanegara sepi karena pariwisata masih ditutup," katanya.
Sebelum pandemi, banyak turis dari mancanegara yang datang ke pasar Triwindu mencari cenderamata. Bahkan ada yang mencari barang antik lampu peninggalan zaman Belanda yang harganya mulai Rp650 ribu per buah hingga Rp5 juta per buah tergantung ukurannya.
Lampu hias antik diproduksi asal Kabupaten Klaten dan piring peninggalan zaman Jepang bisa dijual mencapai Rp1 juta hingga Rp5 juta, tergantung keantikan dan ukurannya. Namun selama pandemi pariwisata tutup sehingga tidak ada wisatawan.
Kendati demikian, pihaknya berharap masa pandemi Covid-19 segera selesai dan perekonomian mulai menggeliat lagi semuanya bisa normal kembali.
"Kami menunggu dari pemerintah dan mudah-mudahan pandemi sudah berlalu dan eksis lagi. Semangat lagi bertemu dengan berbagai relasi baik dari Cirebon, Surabaya, Jawa Barat, dan Bali. Semua belum bisa masuk ke Solo," ucapnya.
Hal serupa dirasakan pedagang Pasar Triwindu lainnya, Nyonya Fausan yang sudah menutup toko selama tujuh bulan karena pandemi.
Perempuan yang berdagang barang antik sejak 1975 ini mengaku, dampak pariwisata ditutup sangat dirasakan para pedagang barang antik di Pasar Triwindu. Sebab tidak ada wisatawan yang mampir.
Menurut dia, barang antik yang dijual antara lain lampu hias peninggalan zaman penjajahan Belanda, piring zaman Jepang, uang kuno, dan sejumlah barang aksesoris lainnya.
Sebelum pandemi, dirinya banyak menerima pesanan berupa batu mulia berlian dari pelanggannya asal Pulau Jawa dan luar Jawa hingga puluhan juta rupiah.
Editor: Ary Wahyu Wibowo