Penyebab Keruntuhan Kerajaan Kalingga, Berakhirnya Kepemimpinan Ratu Shima
PEKALONGAN, iNews.id - Penyebab keruntuhan Kerajaan Kalingga muncul ketika masa pemerintahan Ratu Shima berakhir. Kerajaan Kalingga merupakan kerajaan bercorak Hindu-Budha yang berdiri pada abad ke-6 di Jawa Tengah.
Kalingga berasal dari kerajaan India kuno yang disebut Kaling, menunjukkan hubungan antara India dan Indonesia. Tidak hanya lokasi tepat ibu kota wilayah tersebut yang tidak diketahui, namun catatan sejarah dari periode ini juga sangat langka.
Salah satu tempat yang diduga sebagai tempat tinggal ibu kota kerajaan tersebut, yakni Pekalongan dan Jepara. Jepara diduga merupakan Kabupaten Keling di pesisir pantai utara Jepara, sedangkan Pekalongan diduga merupakan pelabuhan kuno ketika kerajaan pertama kali dibangun.
Ada pula yang percaya, Pekalongan merupakan perubahan nama dari Pe-Kaling-an. Pada 674, Ratu Shima sebagai pemimpin Kerajaan Kalingga.
Dia dikenal akan peraturan kejamnya terhadap pencurian. Aturan itu membuat orang-orang Kalingga dipaksa menjadi jujur dan selalu berpihak kepada kebenaran.
Masa kepemimpinan Ratu Shima menjadi masa keemasan bagi Kalingga sehingga membuat raja-raja dari kerajaan lain segan, hormat, kagum sekaligus penasaran.
Masa-masa itu menjadi masa keemasan bagi perkembangan kebudayaan apapun. Agama Budha juga berkembang secara harmonis, sehingga wilayah di sekitar kerajaan Ratu Shima juga sering disebut Di Hyang (tempat bersatunya dua kepercayaan Hindu Budha).
Dalam bercocok tanam Ratu Shima juga mengadopsi sistem pertanian dari kerajaan kakak mertuanya. Dia merancang sistem pengairan yang diberi nama Subak.
Runtuhnya kerajaan Kalingga terjadi setelah Ratu Shima meninggal dunia. Sebelumnya, dia telah membagi kerajaan menjadi dua yang akan diwarisi ke anak-anaknya.
Setelah Ratu Shima meninggal dunia, masa kejayaan tidak berlangsung lama. Tanda-tanda kehancuran pada saat Ratu Shima digantikan.
Puncaknya terjadi saat serangan dari Kerajaan Sriwijaya. Jalur perniagaan direbut, sehingga masyarakat Kalingga harus mengungsi ke tempat pedalaman Pulau Jawa pada 742 M.
Berakhirnya kepemimpinan Ratu Shima di Kerajaan Kalingga memberikan tanda keruntuhan, terutama ketika sistem politik yang dijalankan oleh penerus Ratu Shima gagal memenuhi harapan rakyat.
Pada akhirnya beradaptasi dengan kebijakan baru membuat berakhir dengan merugikan rakyat. Masyarakat frustasi dengan kerajaan karena menyimpang dari kebijakan politik yang benar.
Ketidakpuasan ini menyebabkan konflik antara rakyat dan kerajaan. Akibatnya, pemerintah tidak akan dapat menjalankan tugasnya dengan baik.
Tak hanya politik, situasi ekonomi juga mengalami kemerosotan sangat drastis. Banyak faktor eksternal yang memengaruhi Kerajaan Kalingga yang mengganggu aktivitas perdagangan.
Persoalan ini sejalan dengan persaingan kerajaan lain seperti Sriwijaya, yang juga memengaruhi wilayah pesisir utara Jawa Tengah. Akibatnya, Kerajaan Kalingga kehilangan stabilitas ekonominya.
Aktivitas kriminal dan pelanggaran hukum lepas kendali karena melemahnya stabilitas politik dan ekonomi di Kerajaan Kalingga. Pemerintah belum memberikan rasa aman kepada masyarakat untuk memilih stabilitas dan kehidupan masyarakat yang semakin menurun.
Kerusuhan tersebut membuat kerajaan tidak berdaya dan tidak kuat menghadapi perlawanan dari luar, terutama dalam sumber daya. Banyak pengaruh kerajaan, seperti Sriwijaya yang membuat lemah posisi Kerajaan Kalingga.
Kerajaan Kalingga runtuh setelah diserang oleh Kerajaan Sriwijaya. Mengingat situasi sulit di berbagai bagian Kerajaan Kalingga, penaklukkan Sriwijaya berjalan dengan lancar. Pada saat yang sama, Kerajaan Kalingga tidak memiliki kekuatan militer untuk menahan perlawanan Sriwijaya.
Sejak penyerangan itu Kerajaan Kalingga berhasil dikuasai oleh Sriwijaya dan kekuasaan Kalingga tidak ada lagi. Sehingga, Kerajaan Kalingga sepenuhnya diperintah oleh Siwijaya, namun di masa depan keturunan Ratu Shima akan menjadi pelopor dalam mendirikan kerajaan besar di daratan Jawa yang disebut Mataram Kuno.
Nah, itulah penyebab keruntuhan Kerajaan Kalingga setelah diserang oleh Kerajaan Sriwijaya.
Editor: Kurnia Illahi