Sosok Wilma M Sinaga, Atlet Catur Tunanetra Andalan Indonesia di Asian Para Games 2023

SOLO, iNews.id - Wilma Margaretha Sinaga merupakan atlet catur tunanetra yang menjadi andalan kontingen Indonesia untuk mendulang emas di AiPG 2023. Hingga saat ini, Margaretha telah mengoleksi sedikitnya 15 medali selama berkarier di event olahraga catur nasional dan internasional.
Namanya mulai dikenal ketika terjun di turnamen catur nasional pada 2008. Margaretha kemudian berhasil menyabet mendali emas saat Indonesia menjadi tuan rumah AiPG 2011 di nomor catur standar dan cepat.
Saat ini, dia tengah mengikuti pelatihan nasional (pelatnas) National Paralympic Committee (NPC) Indonesia, Sabtu (9/09) siang. Bertempat di Hotel Kusuma Sahid Prince Hotel (KSPH), ia antusias berlatih. Dia menargetkan bisa meraih medali emas Asian Para Games (AiPG) Hangzhou China Oktober 2023.
Nama Margaretha mulai dikenal ketika terjun di turnamen catur nasional pada 2008. Marghareta kemudian berhasil menyabet mendali emas saat Indonesia menjadi tuan rumah AiPG 2011 di nomor catur standar dan cepat.
Hingga saat ini, sebanyak 15-an medali emas sudah disumbangkan oleh wanita asal Manik Saribu, Simalungun, Dolok Patneran, Pematang Siantar, Medan, Sumatera Utara (Sumut) itu.
Tidak mudah untuk meraih posisinya saat ini. Anak ketiga dari 5 bersaudara itu harus jatuh bangun untuk menjaga konsistensinya di dunia catur.
Terlahir sebagai disabilitas tunanetra, kehidupan Margaretha di Manik Saribu jauh dari kata layak. Ia hanya dibesarkan oleh ibunya yang berprofesi sebagai guru honorer.
Sedangkan, ayahnya pergi meninggalkannya karena tidak bisa menerima takdir bahwa Margaretha dan kedua adiknya terlahir sebagai tuna netra.
Keterlibatannya di cabor catur dimulai saat dirinya bersekolah di bangku TK Yayasan Tunanetra di bawah naungan gereja di Jerman yang ada di dekat rumahnya pada tahun 1996.
"Awalnya masih TK. Di sana kami dikasih pendidikan formal dan ekskulnya ya. Jadi ada banyak ada olahraga seni," katanya sembari mengingat.
Marghareta mengaku sempat mencoba sejumlah ekskul seperti paduan suara dan olahraga lempar lembing, namun ia merasa tidak pernah ada perkembangan. Pada akhirnya Margaretha memilih cabor catur dan merasa nyaman di tempat itu.
"Karena catur itu belajarnya melatih berpikir 3-5 langkah ke depan, strategi dan berhitung. Membantu juga saat di sekolah matematikanya terbantu karena di catur itu, mainnya menghitung ya," ujarnya.
Selain itu, catur dianggapnya sebagai olahraga yang paling mudah untuk Margaretha dilakukan. " Kalau catur itu latihannya gak ribet. Gak harus kelapangan lapangannya kan harus dibawa karena papan catur. Kalau gak main pakai papan juga bisa namanya blind chess, jadi namanya catur turna netra, kita bisa main tanpa memegang bidak caturnya. Jadi udah kebayang kotak 64 itu," ujarnya.
Menetapkan hati cabor catur kesulitan demi kesulitan mulai menghinggapi Margaretha. Meski telah di dampingi pelatih ia mengaku harus berusaha dua kali lipat untuk mencapai level tertinggi.
"Pasti kami tidak bisa seperti teman-teman yang pengelihatannya sempurna. Buku juga kami gak bisa baca. Jadi kami minta bantuan dulu untuk dibacakan kesulitannya di situ. Untuk bisa sama dengan teman yang normal kami harus belajar dua kali lipat. Berarti kalau mau melebihi belajar nya harus lebih dari itu," katanya.
Sembari menceritakan perjalanan latihannya, Margaretha juga mengungkapkan perasaan kecewa yang pernah singgah di hatinya ketika masih duduk di bangku kuliah Universitas Negeri Medan Jurusan Bahasa Jerman.
Kala itu, sepulang latihan catur ia turun dari angkot jauh dari titik biasanya. Jalan yang Marghareta lalui pun bukanlah jalan yang dihapalnya. Akibatnya ia terperosok ke selokan sampah yang membuat sekujur tubuhnya bau.
"Itu sakitnya gak seberapa tapi malunya. Saya ditolong sama tukang becak. Terus saya bilang sama tuhan, udah tuhan sudah kan kamu puas lihat aku. Terus aku nangis," ucapnya.
Proses itulah yang membuat Marghareta mampu bertahan di percaturan Nasional dan Internasional. "Itu kan proses tuhan. Itu kan pulang latihan catur mas. Akhirnya dari latihan catur itu ternyata catur itu yang membuat bisa berdiri sampai sekarang. Padahal proses itu yang sakit," ungkapnya.
Ke depan ia berharap untuk bisa selalu memberikan prestasi bagi Indonesia. Mimpi terbesarnya adalah tampil di Olimpiade Para Limpik yang hingga saat ini cabor catur belum dipertandingkan.
"Ke depannya pasti pengin prestasi nya selalu meningkat kalau boleh bisa bermain di olimpiade. Kalau olimpiade untuk disabilitas belum ada," ujarnya.
Editor: Ahmad Antoni