Wali Kota Semarang Gandeng KPK untuk Beri Pengarahan OPD Penghasil Pendapatan
SEMARANG, iNews.id - Wali Kota Semarang Hevearita Gunaryanti Rahayu (Ita) menggandeng Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk memberi pengarahan kepada 14 organisasi perangkat daerah (OPD) penghasil pendapatan. Langkah itu untuk menggali dan memaksimalkan pendapatan yang sesuai regulasi.
‘’Saat ini APBD Kota Semarang sebesar Rp5,9 triliun. Sedangkan pendapatan hanya Rp2,5 triliun. Idealnya pendapatan bisa 50 persen atau lebih guna mendukung APBD. Contoh di Surabaya, APBD Rp10 triliun dan pendapatan Rp8 triliun,” kata Ita, Kamis (2/2/2023).
Menurut Ita, masih banyak potensi yang dapat dioptimalkan jika melihat kondisi yang semakin baik. Seperti PPKM yang sudah dihapuskan, tingkat kesejahteraan, inflasi dan laju pertumbuhan ekonomi yang semakin baik. Kota Semarang bahkan tercatat memiliki PDRB tertinggi di Jawa Tengah sebesar Rp123 juta per tahun.
Dia mencontohkan, berdasar kajian SMI pada sektor persampahan baru dikumpulkan10 persen. Ini menunjukkan masih ada 90 persen potensi yang belum tergali.
“Juga pada Dinas Perdagangan yang mencatat hanya 250 pedagang di tiap pasar, ini secara logika hitung-hitungan apa mungkin?,’’ ucapnya.
Dirinya juga mengkritisi BLUD dan BUMD sebagai badan usaha penghasil yang diharap dapat melakukan efisiensi.
“Mereka kan penghasil justru harusnya bisa bantu pendapatan dengan devidennya. Penyertaan modal memang boleh di awal, tapi jangan nyusu terus,” ucapnya.
BUMD dan BLUD memiliki keluasaan untuk mengelola keuangan sendiri dan melakukan kerja sama B to B. Ita berharap badan usaha milik daerah ini bisa lebih optimal dari sisi pendapatan dan efisiensi keuangan.
Direktur Koordinasi Supervisi III KPK, Brigjen Pol Bachtiar Ujang Purnama menyampaikan pengarahan ini sebagai bentuk edukasi, pencegahan dan tata kelola sistem pemerintahan.
Lewat kegiatan ini, pihaknya menguatkan perilaku antikorupsi dan integritas jajaran OPD penghasil. Selain itu, diberikan pula bekal kemampuan identifikasi riil objek PAD dan menghitung ideal objek pajak untuk optimalisasi target.
“Jangan sampai target yang dipasang minim dari ideal, sehingga berpotensi proses pengumpulan tidak disetorkan karena tidak punya konsep jelas,” kata Ujang.
Editor: Ary Wahyu Wibowo