DEMAK, iNews.id – Afryda Afryana (24) warga Desa Ngelowetan, Kecamatan Mijen, Kabupaten Demak selalu dikelilingi bocah-bocah karena kepiawaiannya mendongeng. Boneka Si Loka yang bergerak lucu di tangannya kerap mengundang tawa renyah bocah.
Sosoknya yang energik bukan hanya menjadi magnet bagi anak-anak, tetapi banyak juga remaja dan ibu-ibu yang bergabung untuk menggarap potensi desa. Pida, panggilan akrabnya, kini menjadi Sekretaris Karang Taruna di desanya.
Dia memiliki cerita panjang seputar organisasi kepemudaan itu. Wadah berekspresi bagi pemuda di desanya telah lama mati suri. Pida yang baru menamatkan pendidikan S1, merangkul mereka untuk bangkit dan bersatu.
“Awalnya saya melihat organisasi pemuda di desa ini tidak berjalan. Padahal banyak remaja yang berbakat dan memiliki kapasitas yang bagus, namun hanya sibuk dengan urusan sendiri-sendiri. Karena itu saya tergerak untuk mengajak mereka menghidupkan organisasi karang taruna di desa,” tutur Pida.
Sebelumnya ada wadah untuk pemuda di tingkat dusun namanya Laskar Ismaya. Agar bisa merangkul lebih banyak pemuda, selanjutnya dilebur menjadi satu di tingkat desa menjadi karang taruna.
Sejak saat itu, karang taruna di Desa Ngelo Wetan yang diberi nama Loka Jaya terus menampakkan eksistensinya. Pemberian nama Loka Jaya bermakna penuh energi. Diharapkan kehadiran dan eksistensi Loka Jaya dapat memberikan energi positif bagi masyarakat.
Salah satunya kegiatan yang dilaksanakan Pida bersama Karang Taruna Loka Jaya adalah membentuk rumah baca bernama Griya Baca. Tempat ini sebagai akses informasi yang mendukung proses belajar mengajar anak-anak.
Bukan hanya untuk meningkatkan literasi tetapi Griya Baca juga sebagai hiburan anak-anak maupun warga desa. Meski dengan fasilitas minim, Pida dan rekan-rekannya tak patah arang. Mereka memanfaatkan serambi masjid sebagai tempat yang nyaman untuk membaca beragam buku.
“Kami sangat berharap, mungkin bisa ada bantuan atau fasilitasi desa maupun pemda untuk pengembangan Griya Baca yang kami kelola. Untuk fasilitas memang masih sangat minim. Tapi kami mencoba meskipun minim tapi bisa membuat perubahan bagi desa ini,” ujar Pida.
Mendongeng menjadi bagian yang paling ditunggu anak-anak ketika di Griya Baca. Apalagi ketika Pida sudah memegang alat peraga boneka Si Loka. Mendongeng dinilai efektif untuk menyampaikan informasi sekaligus menstimulasi kemampuan berbahasa anak.
Putri kedua pasangan Mulyono dan Marfutikah ini juga menginisiasi pengolahan bawang merah yang diproduksi menjadi bawang goreng. Pengolahan bawang merah cukup beralasan, mengingat di Desa Ngelo Wetan banyak warga yang menanam bawang merah.
Melimpahnya produksi bawang merah tak sebanding dengan jerih payah petani. Harga jualnya rendah sehingga tak dapat menutup biaya-biaya selama masa tanam. Pida berpikir mencari solusi agar nilai ekonomis bawang merah tinggi, dan masa simpannya lebih tahan lama.
“Akhirnya terbesit ide untuk mengolah menjadi bawang merah goreng. Dengan penjelasan yang detail dan argumen yang cukup kuat, ide ini diterima teman-teman,” kata gadis yang kesehariannya membuka bimbingan belajar ini.
Dengan modal uang kas, Pida dan teman-temannya mulai melakukan pengolahan bawang merah menjadi bawang goreng. Pemasaran sementara ini masih di sekitar desa dengan mengandalkan anggota karang taruna.
Kegiatan sosial lainnya yang digagas alumnus PGRI Semarang ini adalah membantu warga yang menggelar hajatan atau sering disebut laden. Pida menggerakkan pemuda karang taruna untuk turut membantu menyiapkan perlengkapan, menjadi penerima tamu, serta mengkoordinasikan ke beberapa pihak untuk pemenuhan kebutuhan, seperti peralatan memasak untuk warga yang punya hajatan.
“Inginnya menjadi manusia yang tak hanya memikirkan diri sendiri, tetapi juga harus bisa memberikan manfaat bagi orang lain. Karena kebahagiaan hakiki adalah ketika manusia mampu memberikan kebahagian bagi sesama,” ucapnya.
Editor : Ary Wahyu Wibowo
Artikel Terkait