SOLO, iNews.id - Kisuh internal keturunan trah Mataram semakin memanas. Belakangan, beredar surat pengosongan sebuah bangunan yang berada di lingkungan Keraton Kasunanan Surakarta.
Padahal, selama ini bangunan tersebut juga ditempati para Sentono (Keturunan Paku Buwono XII) yang berada di Lembaga Dewan Adat (LDA). Menyusul munculnya surat perintah pengosongan, keluarga trah Mataram yang berada di LDA pun bereaksi. Mereka menyebut Sinuhun Pakubuwono XIII lupa siapa yang mendukung Hangabehi menjadi penerus Raja Kraton Kasunanan ke XIII.
Ketua Eksekutif Lembaga Hukum Dewan Adat Keraton Surakarta KPH Eddy S Wirabhumi mengatakan, sebelum Hangabehi diangkat menjadi penerus Raja di Kraton Kasunanan, KGPH Tedjowulan telah mendeklarasikan diri sebagai PB XIII.
"Bahkan kala itu pemerintah telah mengakui KGPH Tedjowulan sebagai PB XIII," ujar Wirabumi dalam keterangan pers, Kamis (5/9/2019).
Namun, karena yang berhak menentukan siapa penerus Raja yakni para keturunan trah Mataram, maka disepakatilah oleh LDA. Dari kesepakatan seluruh trah Mataram, maka Hangabehi yang diangkat sebagai PB XIII, bukan KGPH Tedjowulan.
Saat ditanya apakah LDA akan mencabut mandat pada Hangabehi, salah satu putri Raja PB XII GKR Koes Moertiyah Wandansari atau akrab disapa Gusti Moeng yang ikut mendampingi Wirabumi mengaku jika menyerahkan keputusan sepenuhnya pada masyarakat adat.
"Saya serahkan lagi pada masyarakat adat yang dulu memberikan mandat pada Sinuhun Hanggahebi. Apakah akan mencabut mandat itu atau tidak, saya tidak bisa menjawabnya," kata Gusti Moeng.
Menyikapi surat pengosongan paksa bangunan, Gusti Moeng mengaku sangat prihatin. Hal ini justru terjadi di tengah proses penyatuan keluarga besar keraton oleh tim yang ditugaskan Presiden. Munculnya surat pengosongan ini bisa mengandaskan tekad trah untuk kembali bersatu.
"Yang pertama menerima surat (perintah pengosongan) tersebut ialah Gusti Timoer (GKR Timoer Rumbai KDA). Saya, Gusti Moeng dan banyak yang lainnya (dari kelompok LDA) belum menerima," ucapnya.
Sesuai arahan Presiden Joko Widodo, persoalan keraton agar diselesaikan dengan komperhensif, menyeluruh, dan melibatkan seluruh komponen. Sehingga, nantinya bisa saling mengisi, satu dengan yang lain.
"Saling mengisi itu lebih baik, daripada berbeda pendapat. Ini yang jadi pedoman sikap keluarga besar keraton dalam rangka mencari solusi persoalan. Sehingga kami memberi ruang seluas-luasnya kepada tim yang ditugaskan Bapak Presiden mencari formula penyelesaian," tuturnya.
Sementara itu, Wirabhumi mengatakan, konsekuensi dalam memberi ruang tersebut, diibaratkan LDA tiarap dari aktivitas yang berhubungan dengan kegiatan keraton. Meski begitu, LDA juga mendorong adanya proses penyelesaian yang komperhensif tersebut.
"Kalau pun ada proses hukum yang berjalan, itu merupakan cara kami agar bisa bertemu untuk saling mengisi. Belajar dari perselisihan di masa lalu, toh pada akhirnya sepakat saling mengisi. Tidak ada tindakan yang justru menciderai kesepakatan itu," ujarnya.
Editor : Donald Karouw
Kisruh Keraton Surakarta Konflik Keraton Surakarta keraton solo Surat Pengosongan Bangunan Raja Usir Putri Pakubuwono XIII
Artikel Terkait