Nyai Pedaringan menerima keris pusaka itu dengan senang hati, ia berjanji akan menjaga dan merawat keris Simonglang itu. "Tidak ada seorang pun yang berhak mengambil keris ini, kecuali saya Pangeran Purbaya,” ucapnya sebelum melanjutkan perjalanannya ke selatan menuju Kerajaan Mataram.
Saat berada di perjalanan, Pangeran Purbaya melewati sebuah sungai kecil yang melintang jika dalam bahasa Jawa berarti malang. Ia melihat sungai itu dari arah timur ke barat lokasinya sangat dekat dengan lautan. Kemudian ia memiliki ide untuk menamai daerah tersebut sebagai Pemalang.
Sementara itu, langit menandakan akan gelap. Tak lama, Ki Pedaringan sampai di gubuknya. Ia datang dengan perasaan kesal karena Nyai Pedaringan tidak membawakan bekal makan siang. Ditambah Ki Pedaringan melihat sebuah keris pusaka di meja yang belum ia lihat sebelumnya.
Ki Pedaringan mulai curiga dengan keris pusaka yang biasanya dimiliki oleh seorang lelaki. Ki Pedaringan pun bertanya kepada Nyai Pedaringan "Keris apakah itu? Darimana kau mendapatkannya?,” katanya.
Nyai Pedaringan menjelaskan asal keris pusaka itu. "Tadi ada seorang pangeran dari Kerajaan Mataram yang datang dengan luka di lengannya. Ia meminta obat untuk menyembuhkan lukanya. Setelah selesai, aku diberi keris pusaka ini untuk dijaga dan dirawat sebagai tanda terima kasih," kata Nyai Pedaringan yang sepertinya tidak dipercayai Ki Pedaringan.
"Aku tidak percaya!,” kata Ki Pedaringan dengan amarah memuncak. Ia tidak percaya dengan penjelasan istrinya. Lalu keduanya bertengkar hebat, sampai Nyi Pedaringan mengambil keris pusaka itu dan memotong jari-jarinya yang lentik untuk membuktikan bahwa perkataan yang ia jelaskan adalah benar. "Akan aku buktikan dengan ini. Jika darah yang keluar berwarna ungu maka cintaku masih suci. Namun jika darah yang keluar adalah merah berarti aku berbohong,” kata Nyi Pedaringan.
Rupanya cinta Nyi Pedaringan masih suci, artinya ia tidak berselingkuh dengan lelaki lain dan perkataan yang ia jelaskan adalah benar. Yang menjadi awal mula cerita rakyat, asal usul Pantai Widuri, yakni darah segar keluar dari jari-jari lentik Nyi Pedaringan lalu menetes ke bunga yang berada di dekat meja, bunga itu bernama Bunga Widuri. Bunga yang berwarna putih berubah menjadi ungu karena darah Nyi Pedaringan.
Editor : Ary Wahyu Wibowo
Artikel Terkait