“Untuk memperpanjang jejaring kita, maka disetiap kelurahan kami membentuk JPPA (Jejaring Perlindungan Perempuan dan Anak) hingga kemarin sudah ada 41 JPPA dibentuk, kami harap nantinya 177 kelurahan di Kota Semarang bisa memiliki JJPA, mereka adalah relawan yang berisi tokoh masyarakat, PKK, tokoh perempuan, karangtaruna dan forum anak yang dikuatkan oleh pihak kelurahan,” imbuhnya.
Menurut dia, pentingnya edukasi tentang perkawinan yang diatur dalam UU No. 16 tahun 2019 dimana batas usia menikah yakni 19 tahun. Ia menilai bahwa di Semarang masih banyak masyarakat yang kurang paham tentang pernikahan, usia idealnya dan sebagainya.
“Pernikahan dini ini dampaknya sangat luas sekali, yang pertama pasangan suami istri belum siap dari aspek kesiapan fisik, psikologis, dan aspek ekonomi serta sosial. Dari aspek tersebut, maka muaranya dapat meningkatkan angka kekerasan dalam rumah tangga, meningkatkan angka kematian ibu dan anak, meningkatkan angka kemiskinan, meningkatkan angka pengangguran, tidak mendukung program keluarga berencana yang muaranya bisa meningkatkan angka stunting dan sebagainya,” ujarnya.
Sementara itu, Budi Satmoko Kepala Bidang Perlindungan Perempuan dan Anak DP3A Kota Semarang mengatakan, tren permohonan dispensasi nikah di Pengadilan Agama juga cenderung mengalami kenaikan. Diharapkan pascasosialisasi ini, angka pernikahan usia dini khususnya di Kota Semarang bisa ditekan.
Pernikahan usia dini bisa menimbulkan persoalan baru yang lebih pelik apabila tidak ada tindakan atau upaya pencegahan. Secara mental dan material belum matang, sehingga sangat rawan terjadi tindak kekerasan dalam rumah tangga.
“Perbedaan batasan usia anak dan kelonggaran melakukan pernikahan di bawah tangan tidak dapat dipungkiri turut menjadi faktor pendorong naiknya angka pernikahan usia dini,” ujarnya.
Menurutnya, ada beberapa faktor penyebab permohonan dispensasi pernikahan usia anak meningkat setiap tahunnya. Salah satunya yakni kurangnya pengetahuan dan tingkat pendidikan orang tua yang rendah. Tak hanya itu, kondisi perekonomian keluarga yang lemah serta kurangnya wawasan orang tua juga jadi faktor tingginya angka pernikahan dini.
“Ada pula faktor eksternal yang mempengaruhi seperti norma sosial dan budaya lokal dan kenaikan kesadaran hukum bagi masyarakat,” kata Budi.
Editor : Ahmad Antoni
Artikel Terkait