Kenapa Bahasa Jawa tidak dijadikan bahasa nasional? Aksara Jawa (Foto: Kemdikbud)

JAKARTA, iNews.id - Kenapa bahasa Jawa tidak dijadikan bahasa nasional? Pertanyaan itu kerap menggelitik rasa penasaran penggiat bahasa, mengingat banyaknya pengguna bahasa Jawa di Indonesia.

Menurut data dari Badan Pusat Statistik pada tahun 1980, sebanyak 40 persen dari total penduduk Indonesia menggunakan bahasa Jawa sebagai bahasa sehari-hari. Data sensus di tahun 2000 juga menunjukkan bahwa lebih dari 84 juta jiwa adalah penutur bahasa Jawa.

Kendati bahasa Jawa memiliki banyak penutur, bahasa Indonesia yang justru dijadikan bahasa nasional. Hal itu telah diatur dalam pasal 36 Undang-Undang Dasar tahun 1945 yang berbunyi, “Bahasa Negara Kesatuan Republik Indonesia selanjutnya disebut Bahasa Indonesia adalah bahasa resmi nasional yang digunakan di seluruh wilayah
Negara Kesatuan Republik Indonesia.”

Kenapa Bahasa Jawa tidak dijadikan bahasa nasional?

Dilansir dari situs Kemdikbud, Senin (6/2/2023), bahasa Jawa ternyata pernah diusulkan menjadi bahasa nasional dalam Kongres Pemuda II pada 28 Oktober 1928. Selain karena memiliki banyak penutur, pulau Jawa pada saat itu menjadi pusat administrasi dan pemerintahan negara.

Namun usulan ini ditolak tegas oleh sebagian peserta kongres, termasuk Soekarno. Adapun beberapa alasan di balik penolakan tersebut adalah sebagai berikut.

1.Suku lain tidak bisa berbahasa Jawa

Menurut Soekarno, bahasa Jawa hanya bisa dijadikan bahasa daerah. Karena jika digunakan sebagai bahasa nasional, hanya orang-orang yang berasal dari Jawa atau merupakan keturunan Jawa yang akan menggunakannya.

Dengan begitu, masyarakat Indonesia dari suku lain tidak bisa bebas menggunakannya. Mereka juga harus mempelajari bahasa Jawa terlebih dahulu yang tentunya membutuhkan waktu.

2.Adanya tingkatan bahasa dalam bahasa Jawa

Perlu diketahui bahwa bahasa Jawa memiliki tingkatan bahasa, yakni ngoko, krama madya, dan krama inggil. Ketiga tingkatan itu menunjukkan kesopanan seseorang terhadap lawan bicara.

Jika berbicara pada teman sebaya atau yang lebih muda, orang Jawa akan menggunakan bahasa Jawa ngoko atau kasual. Sedangkan krama inggil biasanya digunakan untuk berbicara pada orang yang lebih tua, raja, dan lain sebagainya.

Dengan adanya tingkatan ini, bahasa Jawa dianggap tidak cocok dijadikan bahasa nasional. Pasalnya, seseorang harus memilih tingkatan bahasa terlebih dahulu ketika hendak berbicara dengan orang lain.

Dalam hal ini menurut Soekarno akan mempersulit seseorang yang hendak bicara secara demokratis. Selain itu, negara juga harus membuat kesepakatan untuk memilih tingkat bahasa yang bisa digunakan oleh semua orang, baik yang lebih rendah atau tinggi. 


Editor : Komaruddin Bagja

Halaman Selanjutnya
Halaman :
1 2
BERITA POPULER
+
News Update
Kanal
Network
Kami membuka kesempatan bagi Anda yang ingin menjadi pebisnis media melalui program iNews.id Network. Klik Lebih Lanjut
MNC Portal
Live TV
MNC Network