Ia mengatakan, kain yang sudah diberi daun di lipat menjadi empat kemudian di gulung seperti membuat lontong. Setelah selesai di gulung baru di ikat menggunakan tali dan di rebus selama dua jam. “Setelah dua jam kain di ambil dan dibuka dari ikatan kemudian semua daun jati yang ditata dibuang,” ujarnya.
Menurutnya, agar warna alami daun tidak pudar dan luntur perlu proses penguncian dengan cara dicelup pada air yang sudah diberi cairan khusus. “Setelah itu kain di jemur di tempat yang dingin diusahakan tidak terkena sinar matahari langsung,” katanya.
Bagi para mantan pekerja migran, pembuatan batik ini bisa bersaing dengan batik lain dan mengenalkan batik Kendal. “Kalau di Pekalongan terkenal batik tulis dan batik cetak di Desa Purworejo terkenal batik alami dari daun jati,” ujar Hikmah.
Harga untuk batik hasil kerajinan emak-emak yang pernah menjadi tenaga kerja wanita di luar negeri ini dibandrol dengan harga 200 ribu hingga 250 ribu rupiah.
“Pemasaran batik berbahan dasar limbah alam ini belum sampai merambah ke pasar nasional. Hingga saat ini, permintaan pasar masih sebatas pasar lokal Kendal,” ujarnya.
Terkait dengan kualitas batik yang diproduksi, banyak warga di desanya yang sudah memakai dan membuktikan sendiri bahwa batik yang diproduksi tidak luntur.
Editor : Ahmad Antoni
Artikel Terkait