Lima bulan mengikuti Secata (Sekolah Calon Taruna), Haryanto lulus dan berhak menyandang pangkat Prajurit Dua (Prada). Selama lima bulan di Secata, ia bersama prajurit siswa lain digembleng menjadi prajurit tangguh dan pantang menyerah.
Setelah lulus, kata dia, di tempat-tugaskan di Batalion Artileri Pertahanan Udara I/Rajawali Serpong. Sebuah batalion yang mengemban peran, fungsi, dan tugas pokok memberikan perlindungan udara terhadap objek vital maupun titik rawan. Di batalion itu, Haryanto ditugaskan sebagai pengemudi. Ya, sopir batalion.
"Saya dididik jadi pengemudi. Tugas saya mengangkut alat-alat berat, meriam, beras untuk logistik dan perminyakan. (Gaji tahun 1979) Sekitar Rp18.000 per bulan,” ujar Haryanto.
Sebagai pengemudi batalion, yang sudah pasti selalu bergelut dengan kendaraan bermotor, dimanfaatkan Haryanto untuk belajar berbagai hal tentang otomotif. Alhasil, pengetahuan tentang seluk-beluk kendaraan bermotor pun dia kuasai.
Memanfaatkan jam kosong di luar dinas, Haryanto mulai berpikir tentang mencari tambahan penghasilan. Satu-satunya pekerjaan yang kuasai dengan baik adalah mengemudi. Maka, ia pun bekerja sambilan sebagai sopir angkot.
Dengan gaji prajurit ditambah penghasilan tambahan sebagai sopir angkot, tahun 1982 Haryanto memberanikan diri membangun rumah tangga. Dia meminang wanita pujaan hati, Suheni (pasangan ini dikaruniai tiga putra dan tujuh cucu).
Hj Suheni meninggal dunia 22 April 2014. Selang beberapa tahun kemudian Haryanto menikahi Nurhana, (sinden dan penyanyi campursari kondang).
Usai menikah, lazim jika kebutuhan sehari-hari bertambah. Dengan gaji tentara serta tambahan sebagai sopir angkot, tak jarang ia harus gali lubang utang, sekadar bisa membayar sewa kontrakan yang berukuran 3x4 meter.
Editor : Ahmad Antoni
PO Haryanto tentara nasional indonesia tni tni ad doni monardo Kabupaten Kudus Pengusaha Bus sopir sopir angkot sopir batalion
Artikel Terkait