Namun anehnya, menjelang Tahun Baru Jawa, yakni 1 Sura atau 1 Hijriyah, mereka akan kembali ke keraton karena akan mengikuti ritual kirab pusaka. Malam 1 Sura sangat berarti bagi orang Jawa, karena tidak saja memiliki dimensi fisik perubahan tahun, namun juga mempunyai dimensi spiritual.
Sebagian masyarakat Jawa yakin bahwa perubahan tahun Jawa menandakan babak baru dalam tata kehidupan kosmis Jawa, terutama kehidupan masyarakat agraris. Peran kerbau bule Kiai Slamet adalah sebagai simbol kekuatan yang secara praktis digunakan sebagai alat pengolah pertanian, sumber mata pencaharian hidup bagi orang-orang Jawa.
Kerbau Kiai Slamet dinilai sebagai sebuah visi raja. Secara harfiah, visi Keraton Solo yaitu ingin mewujudkan keselamatan, kemakmuran, dan rasa aman bagi masyarakatnya.
Kepala Sasono Pustoko Keraton Solo Gusti Pangeran Haryo (GPH) Puger menyebut, kirab pusaka dan kerbau sebenarnya berakar pada tradisi sebelum munculnya Kerajaan Mataram (Islam), pada prosesi ritual wilujengan nagari. Pusaka dan kerbau merupakan simbol keselamatan.
Pada awal masa Kerajaan Mataram, pusaka dan kerbau yang sama-sama dinamai Kiai Slamet, hanya dikeluarkan dalam kondisi darurat, yakni saat pageblug (wabah penyakit) dan bencana alam.
Pusaka dan kerbau ini diharapkan memberi kekuatan kepada masyarakat. Dengan ritual kirab, Tuhan akan memberi keselamatan dan kekuatan, seperti halnya Ia memberi kekuatan kepada pusaka yang dipercaya masyarakat Jawa memiliki kekuatan.
Editor : Ary Wahyu Wibowo
Artikel Terkait