Di pasar malam, beraneka barang dijual, mulai dari makanan hingga kebutuhan rumah tangga. Pada puncak perayaan, setelah mendengar kemeriahan bedug dan petasan, masyarakat kemudian berkumpul di Alun-alun Masjid Kauman, kata sambutan dan pengumuman awal bulan Ramadhan disampaikan Bupati Semarang dan Imam Masjid Besar.
Setelah itu, diadakan kirab budaya warak ngendok yang menjadi ikon dugderan. Warak ngendok berasal dari dua kata, yakni warak dari bahasa Arab “wara'” yang berarti suci dan ngendok artinya bertelur. Dua kata diartikan sebagai siapa saja yang menjaga kesucian di bulan Ramadhan, akan mendapatkan pahala di hari lebaran. Ikon warak ngendok bentuknya perpaduan antara kambing pada bagian kaki, naga pada bagian kepala dan buraq di bagian badan.
Saat zaman kolonial Belanda, perayaan dipusatkan di kawasan Masjid Agung Semarang atau Masjid Besar Semarang (Masjid Kauman). Lokasinya berada di pusat kota lama Semarang dekat Pasar Johar. Warak ngendog kini bukan hanya menjadi ikon arak-arakan dalam tradisi dugderan. Namun juga merepresentasikan kerukunan masyarakat Semarang.
Pelaksanaannya kini diadakan seminggu sebelum bulan Ramadhan dan berlangsung selama seminggu hingga H-1 bulan puasa. Hal ini menjadi kesempatan para pedagang menjual cendramata atau makanan, sehingga wisatawan banyak datang untuk menikmati.
Demikian ulasan mengenai makna dugderan. Semoga bermanfaat.
Editor : Ary Wahyu Wibowo
Artikel Terkait