Konon, saat pembangunannya, pondasi Benteng Pendem ditopang oleh balok-balok kayu jati berukuran besar.
“Ceritanya seperti itu, jadi bangunan ini layaknya kapal. Karena berdiri di tengah rawa. Jadi pas gempa Yogya, hampir tidak terasa, bangunannya pun masih utuh,” ucapnya dilansir dari website resmi Pemprov Jateng, Jumat (23/10/2020).
Pensiunan sipir Lapas Ambarawa itu menyebut, peruntukan benteng ini berubah seiring zaman. Di awal pembangunannya, benteng ini diperuntukkan sebagai barak, gudang logistik sekaligus penjara. Ketika Jepang menduduki Jawa, bangunan ini dijadikan sebagai tahanan.
Seorang tokoh yang pernah ditahan di sini yakni seorang pejuang sekaligus ulama, yakni Kiai Mahfud Salam. Dia mendiami salah satu blok di Benteng Pendem, hingga akhirnya meninggal dunia dan dikebumikan di luar kompleks.
“Ada kisah lain, saat pertempuran di Ambarawa atau Palagan Ambarawa yang dipimpin Soedirman (Jenderal Besar TNI), kawasan ini direbut oleh TKR (Tentara Keamanan Rakyat),” ujar Mahmudi.
Kini, kompleks benteng pendem masih digunakan sebagai Lapas IIA Ambarawa, rumah dinas sipir dan tentara, sekaligus tempat wisata. Ada sekitar 77 orang yang menghuni lantai dua benteng pendem. Sedangkan, di sisi lain ada ratusan narapidana kriminal dan narkoba yang menghuni lembaga pemasyarakatan.
“Kalau mau ke Benteng Pendem, hanya bayar Rp5.000 per orang plus ongkos parkir. Setiap hari pasti ada pengunjung. Yang mengelola warga-warga yang tinggal di sini,” katanya.
Menurut Mahmudi, nama benteng ini diambil dari nama Raja Belanda Willem Frederik Prins Vans Oranje-Nassau (1815-1840). Perlu 11 tahun (1834-1845) dengan ribuan pekerja, untuk menyelesaikan barak sekaligus gudang logistik yang mampu menampung 12.000 prajurit itu.
Keterangan Mahmudi, juga dikuatkan dengan penelitian ilmiah dari Jurnal Ruang milik Universitas Diponegoro, pada 2016. Selain menampung serdadu, tempat ini juga untuk menyimpan logistik perang, mulai dari mimis, bedil, meriam, hingga kendaraan berat. Adapula, kebutuhan makanan bagi ribuan narapidana yang ditahan di benteng itu.
“Bisa dibilang, benteng ini pusatnya logistik. Ada tank, peluru sampai makanan. Akses dari Ambarawa kan gampang jadi bisa kemana-mana dari sini, menggunakan kereta api,” katanya.
Menurut Mahmudi, Benteng Pendem ramai dikunjungi warga tiap hari. Puncaknya pada libur akhir pekan atau libur nasional. Kebanyakan, mengambil foto diri berlatar gedung kuna.
Namun, dibalik keelokan Fort Willem I, tersimpan misteri yang hingga kini menyelimuti benteng itu. Bagi mereka yang memiliki indera keenam, tempat itu layaknya kerajaan lelembut.
“Kalau orang yang bisa melihat, di sini itu kerajaannya. Ada penampakan orang dengan luka disekujur tubuh, merintih dan meminta tolong. Intinya, mereka mau didoakan,” katanya.
Editor : Nani Suherni
Artikel Terkait