PATI, iNews.id - Profil Bupati Pati yang akan naikkan PBB sampai 250% menjadi sorotan tajam di kalangan masyarakat dan media. Kebijakan ini adalah salah satu langkah besar yang diambil Sudewo, Bupati Pati, pada awal masa jabatannya. Keputusan menaikkan Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan (PBB-P2) sebesar 250 persen memicu protes keras dari warga, namun dinilai penting untuk mendukung berbagai program pembangunan dan meningkatkan pendapatan daerah.
Profil Bupati Pati ini penting untuk diketahui agar masyarakat memahami latar belakang dan alasan di balik kebijakan kontroversial tersebut.
Profil Bupati Pati
Latar Belakang Pendidikan dan Awal Karier Sudewo
Sudewo lahir di Kabupaten Pati pada 11 Oktober 1968 dan menempuh pendidikan dasar hingga menengah di sekolah negeri setempat. Ia kemudian melanjutkan studi ke jurusan Teknik Sipil Universitas Sebelas Maret (UNS) Solo, yang menjadi fondasi keilmuannya dalam bidang konstruksi dan pembangunan infrastruktur.
Gelar Magister Teknik yang diperolehnya dari Universitas Diponegoro (Undip) pada 2001 menguatkan kapasitasnya di bidang teknik, terutama dalam perencanaan dan pelaksanaan proyek pembangunan.
Karier profesionalnya dimulai di PT Jaya Konstruksi dan berlanjut di Departemen Pekerjaan Umum selama sepuluh tahun, di mana ia mengasah keahliannya dalam proyek pembangunan wilayah.
Perjalanan Politik Sudewo Menuju Kursi Bupati Pati
Setelah menggeluti bidang teknik dan birokrasi, Sudewo beralih ke dunia politik dan berhasil menjadi anggota DPR RI dari daerah pemilihan Jawa Tengah pada 2009-2014. Setelah masa jabatan tersebut, ia vakum dan kemudian kembali terpilih pada periode 2019-2024. Pada Pemilu 2024, meskipun terpilih kembali sebagai anggota DPR RI, Sudewo memilih jalur eksekutif dengan mencalonkan diri sebagai Bupati Pati dan resmi menjabat pada awal 2025.
Alasan di Balik Kenaikan PBB Hingga 250 Persen
Salah satu kebijakan Sudewo yang mengundang kontroversi adalah menaikkan tarif Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) Perdesaan dan Perkotaan hingga 250 persen. Kebijakan ini diambil setelah 14 tahun tarif PBB tidak mengalami perubahan, sementara penerimaan dari PBB di Kabupaten Pati jauh tertinggal dibanding kabupaten tetangga seperti Jepara, Rembang, dan Kudus.
Menurut Sudewo, peningkatan pendapatan dari PBB sangat krusial untuk mendukung pembiayaan pembangunan infrastruktur jalan, renovasi rumah sakit umum daerah, serta program pengembangan pertanian dan perikanan yang menjadi sektor utama daerah.
“PBB Kabupaten Pati hanya sebesar Rp 29 miliar, sedangkan Kabupaten Jepara mencapai Rp 75 miliar, Kabupaten Rembang dan Kudus masing-masing Rp 50 miliar, padahal wilayah Pati jauh lebih besar,” kata Sudewo.
Dengan data tersebut, ia menegaskan pentingnya penyesuaian tarif PBB yang sudah lama tidak diubah sejak 14 tahun terakhir.
Respons dan Protes Masyarakat Terhadap Kenaikan PBB
Kebijakan kenaikan PBB ini memicu gelombang penolakan keras dari warga Kabupaten Pati.
Warga menganggap kenaikan 250 persen sangat memberatkan terutama dalam kondisi ekonomi saat ini.
Berbagai aksi protes telah muncul, termasuk pembentukan posko donasi dan rencana unjuk rasa besar-besaran dengan ribuan massa pada pertengahan Agustus 2025.
Editor : Komaruddin Bagja
Artikel Terkait