Rektor UNSOED Prof Dr Ir Suwarto, MS mengukuhkan Jaksa Agung ST Burhanuddin sebagai Guru Besar Ilmu Keadilan Restoratif, Jumat (10/9/2021). (Foto: UNSOED)

JAKARTA, iNews.id - Jaksa Agung Dr ST Burhanuddin SH MH dikukuhkan Universitas Jenderal Soedirman (UNSOED) sebagai guru besar dalam bidang ilmu keadilan restoratif, Jumat (10/9/2021). Burhanuddin selama ini mengajar sebagai Dosen Luar Biasa di Fakultas Hukum UNSOED.  

Pengukuhan bertempat di Auditorium Graha Widyatama UNSOED, dan berlangsung secara luring dan daring. ST Burhanuddin dikenal memiliki pemikiran dan rekam jejak dalam penegakan hukum dengan mengedepankan restorative justice. 

Prof Dr ST Burhanuddin SH MH menyampaikan judul “Hukum Berdasarkan Hati Nurani (Sebuah Kebijakan Penegakan Hukum Berdasarkan Keadilan Restoratif) dalam orasi ilmiahnya. Dia mengatakan, beranjak dari tataran empiris, tidak dapat dipungkiri hukum saat ini masih mengedepankan aspek kepastian hukum dan legalitas-formal daripada keadilan hukum yang lebih substansial bagi masyarakat. 

Sebagian besar kalangan juga masih memandang jika hukum bagaikan pisau yang tajam ke bawah, namun tumpul ke atas.
Banyak kalangan yang akhirnya mempertanyakan di mana letak hati nurani para aparat penegak hukum yang tega menghukum masyarakat kecil dan orang tua renta atas kesalahannya yang dipandang tidak terlalu berat.

Pertanyaan lain, apakah semua perbuatan pidana harus berakhir di penjara? Lalu, masih adakah keadilan bagi masyarakat kecil? 

"Kegelisahan-kegelisahan inilah yang perlu ditinjau lebih dalam bagaimana suatu tujuan hukum dapat tercapai secara tepat dalam menyeimbangkan hukum yang tersurat dan tersirat," kata Jaksa Agung.

Dia menggunakan pendapat dari Gustav Radbruch, yaitu tujuan hukum terdiri atas tiga, keadilan, kemanfaatan, dan kepastian hukum. Dalam mewujudkan tujuan hukum tersebut, perlu digunakan asas prioritas dari tiga nilai dasar yang menjadi tujuan hukum. 

Keadilan adalah tujuan utama dari hukum, tetapi bukan berarti tujuan hukum yang lain yaitu kepastian dan kemanfaatan terpinggirkan. Ketika keadilan hukum, kemanfaatan hukum, dan kepastian hukum saling menegasikan, maka hati nurani menjadi jembatan untuk mencapai titik neraca keseimbangan. 

"Hati nurani bukanlah tujuan hukum, melainkan instrumen katalisator untuk merangkul, menyatukan, dan mewujudkan ketiga tujuan hukum tersebut secara sekaligus," ujarnya.

Dia mengatakan, terdapat tiga pendekatan bagaimana masing-masing tujuan hukum berada dalam bingkai hati nurani. Pertama, keadilan hukum dalam bingkai hati nurani. Kedua, kemanfaatan hukum dalam bingkai hati nurani. Ketiga, kepastian hukum dalam bingkai hati nurani. 

"Untuk mewujudkan keadilan hukum yang hakiki dan untuk lebih memanusiakan manusia di hadapan hukum, maka penerapan hukum berdasarkan hati nurani adalah sebuah kebutuhan dalam sistem peradilan pidana Indonesia," katanya.

Lebih lanjut Prof Dr ST Burhanuddin SH MH menyampaikan, Peraturan Kejaksaan tentang Keadilan Restoratif lahir untuk memecahkan kebuntuan atau kekosongan hukum materil dan hukum formil yang belum mengatur penyelesaian perkara menggunakan pendekatan keadilan restoratif. Hingga saat ini, konsep keadilan restoratif berdasarkan peraturan perundang-undangan hanya ada dua.


Editor : Maria Christina

Halaman Selanjutnya
Halaman :
1 2
BERITA POPULER
+
News Update
Kanal
Network
Kami membuka kesempatan bagi Anda yang ingin menjadi pebisnis media melalui program iNews.id Network. Klik Lebih Lanjut
MNC Portal
Live TV
MNC Network