15 Hukum Mad dalam Ilmu Tajwid Lengkap dengan Penjelasannya

JAKARTA, iNews.id - Hukum bacaan Mad dalam Ilmu Tajwid adalah pelajaran yang harus diketahui dalam belajar Al Quran. Pasalnya, hukum Mad dan turunannya adalah kaidah bacaan yang sering sekali dijumpai dalam Al Quran.
Sebagaimana diketahui, membaca Al Quran harus memperhatikan kaidah atau hukum tajwid agar pelafalannya benar dan tartil. Pada surat Al Muzzammil ayat 4, Allah berfirman:
اَوْ زِدْ عَلَيْهِ وَرَتِّلِ الْقُرْاٰنَ تَرْتِيْلًاۗ
Artinya. “Atau lebih dari (seperdua) itu, dan bacalah Al Quran itu dengan perlahan-lahan.”
Ibnu Katsir menerangkan bahwa yang dimaksud membaca Al Quran dengan tartil yaitu “bacalah degan perlahan, sebab itu akan membantu dalam memahami dan merenungkannya.”
Melansir dari laman IAIN Syekh Nurjati Cirebon, Mad secara bahasa artinya adalah tambahan atau panjang. Sedangkan secara istilah, ulama tajwid mendefinisikan Mad memiliki pengertian memanjangkan huruf bacaan Al Qur'an sesuai kaidah yang berlaku
Hukum Mad secara garis dibagi menjadi dua, yakni Mad Thabi’i (Mad Asli) dan Mad Far’i. Akan tetapi, Mad Far’i ini memiliki cabang atau turunan cukup banyak yakni sedikitnya dibagi lagi hukum mad menjadi 14 macam. Sehingga, setidaknya ada 15 macam hukum Mad dalam Ilmu Tajwid.
Mad Thabi'i atau Mad Asli adalah hukum bacaan yang berlaku jika terdapat alif (ا) sesudah fathah, ya (ي) sukun sesudah kasrah, dan wau (و) yang sesudah dhammah. Hukum bacaan ini dibaca sepanjang satu alif atau dua harakat.
Contoh Mad Thabi'i:
بِّ ٱلنَّاسِ
Arab latin: Birabbin-nās (QS An Nas ayat 1).
Mad Far'i secara bahasa artinya adalah cabang. Sedangkan secaea istilah, Mad Far'i adalah mad yang merupakan hukum tambahan dari mad asli (sebagai hukum asalnya), yang disebabkan oleh hamzah atau sukun. Berikut adalah macam-macam Mad Far'i:
Mad Jaiz Munfashil adalah bagian dari Hukum Mad Far’i yang secara etimologi, Jaiz berarti boleh dan Munfashil berarti terpisah atau di luar kata.
Mad Jaiz Munfashil ini terjadi ketika ada huruf Mad Thobi’i yaitu ( ــــــَــــــ ا ; يْ ـــــــِــــــ ; وْ ـــــــُـــــــ ) ketemu dengan huruf hijaiyah Alif (ا) yang mempunyai harakat Fathah, harakat Kasrah, ataupun harakat Dhammah ( اَ – اِ – اُ ).
Cara membaca dari Mad Jaiz Munfashil ini adalah boleh panjang 1 alif (2 harakat), 2 alif (4 harakat), ataupun juga bisa 3 alif (6 harakat). Contoh: إِنَّا أَنْزَلْنَاهُ
Mad Wajib Muttasil adalah hukum memanjangkan bacaan karena terjadi pertemuan huruf mad dengan hamzah dalam pada satu kalimat. Seperti namanya, hukum tajwid yang satu ini wajib dibaca panjang 3 Alif atau enam harakat.
Contoh Mad Wajib Muttasil: عَمَّ يَتَسَآءَلُونَ
Mad Lazim adalah mad yang bertemu dengan sukun tetap. Panjang dari bacaan pada hukum ini adalah 3 alif atau 6 harakat.
Mad lazim terdiri dari 4 jenis, yakni:
a. Mad Lazim Musaqqal Harfi, yakni hukum bacaan mad yang hanya ada pada awal surah yang berbentuk huruf yang di-idghamkan dan ditasydidkan.
b. Mad Lazim Mukhaffaf Harfi, yakni hukum bacaan mad yang hanya ada pada awal surah yang berbentuk huruf, tetapi tidak di-idghamkan dan ditasydidkan.
c. Mad Lazim Mutsaqqal Kilmi, yakni hukum bacaan pada pertemuan huruf mad dengan sukun dan tetap di-idghamkan dan ditasydidkan.
d. Mad Lazim Mukhaffaf Kilmi, yakni hukum bacaan pada pertemuan huruf mad dengan sukun, tetapi tidak di-idghamkan dan ditasydidkan.
Macam-macam mad berikutnya adalah Mad Layyin. Mad ini terjadi jika setelah huruf yang berharakat fathah wau sukun atau ya’ sukun. Cara membacanya adalah dengan membaca mad dengan sekedar lunak dan lemas saja. Contohnya: رَيْبٌ خَوْفٌ
Mad Badal adalah hukum bertemunya dua hamzah pada satu kalimat. Hamzah yang satu berharakat dan yang kedua sukun.
Bacaan Mad badal dibaca panjang dua harakat. Adapun contoh Mad Badal adalah sebagai berikut: لِإِيلَٰفِ قُرَيْشٍ
Hukum bacaan disebut Mad Iwad apabila ada fathatain ( ـً ) pada akhir kata karena Waqaf (berhenti) dan dibaca mad sebagai pengganti tanwin. Sehingga, harakat tanwin tidak lagi dibunyikan.
Cara membaca hukum mad iwad adalah dibaca dengan panjang 1 alif atau 2 harakat / ketukan, seperti panjang Mad Thabi’i.
Sebagai catatan, hukum Mad Iwad yang dijelaskan tersebut tidak berlaku pada bacaan Ta’ Marbutah ( ىة , ة ). Apabila ada Ta’ Marbutah berharakat fathatain ( ـً ) dan diwaqafkan, maka membacanya harus mengubah Ta’ Marbutah menjadi Ha’ ( ه, ىه ) sukun/mati.
Mad Arid Lissukun adalah bacaan panjang disebabkan huruf mad yakni ya, wawu dan alif bertemu waqaf sehingga harus berhenti. Panjang mad arid lissukun yaitu boleh dibaca 1 alif (2 harakat), 2 alif (4 harakat) atau 3 alif (6 harakat).
Hukum bacaan Mad Arid Lissukun terjadi apabila ada huruf Mad yakni wau (و), alif (أ), dan ya (ي) bertemu dengan huruf hijaiyah (hidup) berharakat Fathah, Kasrah, Dhammah Fathatain, Kasratain, dan Dhammatain di akhir kata, kemudian waqaf (berhenti) pada akhir kata atau ayat tersebut.
Atau dengan kata lain, Mad Arid Lissukun adalah bacaan panjang karena huruf Mad bertemu dengan huruf sukun yang disebabkan karena Waqaf dan terjadi di akhir ayat. Jika tidak diwaqafkan, maka itu tetap Mad Asli atau Mad Tabi'i.
Hukum bacaan disebut Mad Silah Qasirah apabila ada Ha’ Dhomir ( ﻪ , ه ) yang berada sesudah huruf yang berharakat, kecuali huruf mati atau sukun dan tidak pula dihubungkan dengan huruf berikutnya, seperti bacaan tasydid atau huruf mati atau sukun.
Cara membaca hukum mad shilah qashirah yaitu dibaca dengan panjang 1 alif atau 2 harakat / ketukan, seperti panjang Mad Thobi’i.
Editor: Komaruddin Bagja