get app
inews
Aa Text
Read Next : Babel Punya Modal Lengkap untuk Jadi Destinasi Kelas Dunia, Ini Strateginya

Ciu Bekonang, Semerbak Aroma Alkohol Melegenda sejak Zaman Kolonial Belanda

Senin, 23 November 2020 - 06:08:00 WIB
Ciu Bekonang, Semerbak Aroma Alkohol Melegenda sejak Zaman Kolonial Belanda
Proses pembuatan Ciu di Dukuh Sentul, Bekonang, Sukoharjo. (Okezone/Bramantyo)

SUKOHARJO, iNews.id - Aroma khas minuman Ciu begitu terasa saat memasuki Dukuh Sentul, Bekonang, Sukoharjo. Meski bau menyengat begitu terasa menusuk hidung, warga di dukuh itu sudah terbiasa menghirup aroma Ciu.

Bahkan, anak-anak kecil pun terlihat asik bermain di antara tumpukan drum dan botol-botol bekas minuman mineral yang disusun rapi di teras. Padahal bau Ciu begitu menyengat di hidung.

Mayoritas warga yang di daerah ini memang kebanyakan bekerja memproduksi Ciu ini. Bisa dibilang, tak ada satu pun warga yang tak membuat Ciu. Pasalnya, dukuh Sentul yang dikukuhkan sebagai sentra pembuatan alkohol ini,sudah ada sejak zaman kolonial Belanda.

Entah siapa yang mengawali membuat Ciu kala itu.Namun yang pasti sejak zaman kolonial, Ciu kerap dikonsumsi orang-orang Belanda ini, sudah turun temurun. Tak heran, perekonomian warga di dukuh Sentul ini cukup mapan. Rata-rata warga memiliki mobil dua hingga tiga mobil yang terparkir di garasi rumah.

Rimin Budi Utomo Ketua RW 10 yang juga pembuat Ciu terllihat tengah memproduksi Ciu saat media ini tiba di rumahnya. Di samping rumah yang sudah disulap sebagai lokasi pembuatan, terlihat kesibukan beberapa pegawai tengah membuat Ciu dan menurunkan botol kosong dari kendaraan ke teras rumah.

Setelah menjelaskan maksud kedatangan media ini, Rimin pun mengizinkan untuk melihat dari dekat tempat dimana dirinya memproduksi Ciu. Terlihat sebuah penyulingan yang dibuat dari drum bekas, berjejer rapih. Layaknya sehuah pabrik besar, disini pun ada tempat penyulingan tetes tebu, bahan utama untuk dibuat menjadi Ciu atau alkohol. Tetes tebu merupakan limbah yang berasal dari produksi tebu di pabrik gula.

"Proses fermentasi kurang lebih 5-6 hari. Saat fermentasi tetes tebu, cairan tetes tebu ini akan mengeluarkan reaksi dengan munculnya gelembung dan suara mendesis,"papar Rimin, Minggu (22/11/2020). Jika suara mendesis hilang, tahap pembuatan ciu ketahap berikutnya, dimana Ciu dimasak atau disuling untuk menghasilkan ciu.

"Cara fermentasi penyulingan itu menggunakan tembaga seperti spiral, dimana didalam drum ini berisi air. Fungsi air itu sendiri untuk pendinginan,"katanya. "Uap akan mengalir melalui selang dan menghasilkan ciu dengan kadar 30-35 persen," ujarnya.

Menurut Rimin, kadar alkohol di dalam Ciu berbeda-beda. Bila cairan etanol murni mencapai 90 persen, bio-eranol sekira 99,5 persen. Sedangkan Ciu sendiri itu sekira 35 persen. Kebanyakan orang tahunya hanya Ciu yang diproduksi di dukuh Sentul ini. Padahal, di dukuh Sentul ini setiap harinya memproduksi cairan medis ini.

Meski pun ada pekerjaan sambilan yang dilakukan warga yaitu membuat Ciu. Warga kerap menyuling sisa-sisa cairan etanol yang dicampur dengan tetesan tebu.Hasil penyulingan sisa etanol inilah yang biasanya gemar diminum banyak orang sampai mabuk.

Sambil meihat produksi etanol, Rimin mengatakan kalau RUU Minol disahkan menjadi Minol, terlihat kalau pemerintah tak memiliki hati nurani sama sekali terhadap rakyatnya. Sebab, mayoritas warga di dusun Sentul ini menggantungkan ekonominya dengan pembuatan etanol.

"Saya minta pemerintah peduli dengan kami. Jangan sampai UU ini disahkan sepihak. Kami juga berhak hidup layak sebagai warga negara Indonesia. Kalau RUU Minol itu disahkan, sama saja kami tak boleh hidup," kata Rimin.

"Kalau sampai disahkan (RUU Minol), kami mau usaha apa. Itu sama saja Pemerintah tak punya hati nurani," ujarnya. Menurutnya, tak semua warga didukuh Sentul ini memproduksi minuman Ciu seperti banyak anggapan orang luar.

Meski selama ini karena biaya produksi pembuatan alkohol cukup mahal, ada yang menyalahgunakan dengan membuat ciu dengan kadar alkohol sekira 25% - 30% yang merupakan produk setengah jadi sebelum diolah menjadi alkohol murni dengan kadar 70% -90%.

"Hanya kelasnya beda-beda, ada kelas A,B, dan C. Jadi kami tidak memproduksi mihol itu," ujarnya. Menurut dia, memproduksi ciu lebih cepat dan mendapatkan keuntungan besar karena ada pembelinya. Sementara untuk memproduksi etanol butuh waktu lama. "Soal RUU larangan minol, saya juga belum mendapat sosialisasi. Semoga tidak disahkan dan hanya jadi wacana," katanya.

Sebaliknya, Rimin meminta agar dusun Sentul dijadikan salah satu destinasi wisata Dengan dijadikan salah satu destinasi wisata, konotasi negatif terhadap dukuh Sentul bisa hilang. "Bisa lihat langsung proses pembuatannya. Mulai dari tetes tebu hingga menjadi alkohol untuk medis,"ujarnya.

Editor: Ahmad Antoni

Follow Whatsapp Channel iNews untuk update berita terbaru setiap hari! Follow
Lihat Berita Lainnya

iNews.id
iNews Network
Kami membuka kesempatan bagi Anda yang ingin menjadi pebisnis media melalui program iNews.id Network. Klik lebih lanjut