Dosen Polines Ciptakan Aplikasi Pengukur Debit Sedimen Berbasis IOT, Ini Manfaatnya
Terkait cara penggunakan alat ini secara detil, dia meyakini alat ini akan lebih menghemat biaya yang cukup besar. “Jadi kalau semisal mengukur debit sedimen menggunakan jasa konsultan akan menghabiskan biaya ratusan juta, apalagi kalau pengukuran sedimen di beberapa titik. Pemanfaatan alat ini akan menghemat sampai miliaran karena dengan alat ini bisa dipakai seterusnya,” ujarnya.
Tedjo mengatakan, rencananya setelah dipatekan alat ini akan dipasang salah satunya di bendungan Jatibarang (Kreo) Semarang untuk mengamati debit sedimen yang masuk. “Jadi barang jadi kalau debitnya sedimennya makin tinggi, maka kapasitas waduknya akan berkurang” katanya.
Sementara, alat ini bermanfaat memudahkan para pengambil kebijakan dalam memantau kondisi bendungan dan memitigasi bencana. Setelah berhasil pada pengujian lab P3M Polines, Tahun 2021 ini Tank Sedimen yang sudah terdaftar di Kementrian Pendidikan itu, akan dipasang di bedungan Jatibarang.
Dia mengaku sudah menghubungi pihak Balai Besar Wilayah Sungai Pemali-Juwana (BBWS) sebagai pihak yang berwenang. “Fungsinya alat ini salah satunya untuk memprediksi debit sedimen, yang menjadi informasi awal untuk mendesain waduk atau bendungan. Alat ini dan juga digunakan untuk yang untuk irigasi, karena data sedimen yang bisa untuk memperkirakan hambatan aktivitas irigasi,” ujar kandidat Direktur Polines ini.
“Untuk hari ini, alat digunakan terutama untuk memprediksi sedimen yang di waduk dan sungai utamanya di daerah hilir. Alat ini juga mampu membaca kerusakan di wilayah hulu sungai, akibat tata guna lahan yang keliru,” ujarnya.
Menurutnya, untuk medesain waduk butuh data sedimen yang masuk karena data tersebut digunakan untuk mengukur umur dari waduk serta mengetahui kerusakan yang terjadi di hulu sungai.
Pada penyempurnaan alat ini, kata dia, nantinya akan bisa membantu kebijakan pemerintah tentang tata guna lahan. Jika intake sedimen berubah berarti ada perubahan penggunaan lahan. Jadi secara teknologi bisa membantu dalam membenahi kebijakan soal pengelolaan lahan, agar bisa mencegah terjadinya bencana dan memperpanjang umur waduk.
“Saat ini kita masih kesulitan mengumpulkan data curah hujan. Kadang kalau diatas mendung udah tebal ternyata hujannya di daerah bawah,” katanya.
Untuk menguji alat ini, dia membutuhkan waktu sekitar 2 tahun untuk bisa menentukan rumus yang bisa mengolah data curah hujan secara real time. Sehingga pengguna bisa melihat prediksi curah hujan yang terjadi pada saat itu juga hanya melalui smartphone.
Editor: Ahmad Antoni