Kisah 2 Desa Terisolasi di Grobogan, Akses Ekstrem Puluhan Tahun Tanpa Listrik

Dia menyampaikan, sejak 2017, warga mulai beralih dari lampu petromaks ke tenaga surya. Untuk bisa mendapatkan alat penyerap tenaga surya, mereka harus membeli seharga Rp2,5 juta.
Seluruh panas yang diserap oleh alat tenaga surya ini kemudian disimpan ke dalam aki dan dialirkan ke seluruh lampu. "Ini baru ada tenaga surya, beli sendiri," ucapnya.
Sutiyo, warga Dukuh Kramat, Desa Sugihmanik menjelaskan, arus listrik yang tersimpan di dalam aki hanya bisa digunaan selama beberapa hari saja.
Saat hujan deras turun beberapa hari, warga khawatir karena arus listrik yang tersimpan di dalam aki akan semakin melemah dan akhirnya habis.
Untuk menghemat arus listrik, warga mesti mengurangi beban jumlah lampu yang menyala. Meski kondisi arus penuh, listrik juga tidak bisa digunakan untuk aktivitas lain seperti menyalakan televisi, kulkas dan barang elektronik lainnya karena akan semakin mempercepat pelemahan arus.
"Ini listrik menggunakan tenaga surya," ucap Sutiyo.
Selama ini warga bertahan hidup dengan mengandalkan sektor pertanian mengelola lahan milik perhutani. Mereka menanam jagung dan ketela untuk dijual ke pasar serta berternak sapi dan kambing.
Warga berharap agar pemerintah bisa memberikan solusi untuk warga dengan membuka lahan untuk akses jalan sehingga aktivitas warga bisa menjadi lancar dan listrik bisa mengalir ke seluruh rumah di tengah hutan ini.
Editor: Kurnia Illahi