Kisah Profesor Sedyatmo, Orang Indonesia di Balik Terciptanya Fondasi Cakar Ayam
Setelah empat tahun menempuh pendidikan, Sedyatmo meraih gelar Insinyur pada 1934. Setelah lulus, ia memilih kembali ke Mangkunegaran dan bekerja sebagai insinyur perencanaan di berbagai instansi pemerintahan. Dalam pekerjaannya itu ia dikenal gigih dan punya disiplin yang tinggi.
Tak hanya itu saja, Sedyatmo juga kaya akan gagasan-gagasan inovatif. Lantaran etos kerjanya yang tinggi serta dikenal banyak akalnya, Sedyatmo mendapat julukan “Si Kancil”.
Selanjutnya dalam perjalanan karier dan pengabdiannya sebagai Insinyur, bangsa Indonesia kemudian mencatat kegemilangan karyanya melalui Konstruksi Cakar Ayam yang digagasnya pada tahun 1962.
Senat ITB, almamaternya kemudian juga menganugerahinya gelar Doctor Honoris Causa dalam ilmu pengetahuan Teknik atas jasa-jasanya sebagai insinyur. Dengan promotor Prof. Ir. Soetedjo, gelar tersebut disematkan pada Lustrum ketiga (Dies Natalis ke-15) ITB, tanggal 2 Maret 1974.
Pada 1942, Sedyatmo menikah dengan Raden Ajeng Hoesniah Pardani, putri sulung Mangkunagoro VII. Dari pernikahan itulah ia dikaruniai beberapa orang putri yaitu Pardiatni Hoesniah Riantini, Latifah Amiati, Amini, Tedjaswati, Krisnawati.
Putra terbaik Karangpandan, peraih Bintang Mahaputra Kelas I dari Pemerintah Indonesia ini berpulang di Jakarta pada 15 Juli 1984. Untuk mengenang jasa dan pengabdiannya, Pemerintah mengabadikan namanya sebagai nama jalan bebas hambatan menuju Bandara Soekarno-Hatta.
Editor: Ahmad Antoni