SEMARANG, iNews.id - Annual International Conference on Islamic Studies (AICIS) 2024 yang digelar di UIN Walisongo, Kota Semarang menghasilkan 9 poin kesepakatan yang tertuang dalam Semarang Charter alias Piagam Semarang.
Piagam Semarang tersebut dideklarasikan pada saat Closing Ceremony AICIS ke-23 tahun 2024 di Hotel Padma Kota Semarang, Sabtu, (3/2/2024) malam.

Menag Tutup AICIS 2024, Ungkap Pentingnya Peran Agama dalam Menjawab Krisis Kemanusiaan
Pada acara tersebut, Penjabat (Pj) Gubernur Jawa Tengah Nana Sudjana hadir bersama Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas, Dirjen Pendidikan Islam Kemenag RI Ali Ramdhani, Kepala Kanwil Kemenag Provinsi Jawa Tengah Mustain Ahmad, dan Sekjen Kemenag RI sekaligus Plt Rektor UIN Walisongo Semarang.
Menteri Agama, Yaqut Cholil Qoumas mengatakan, betapa krusialnya peran agama untuk menghadirkan solusi dalam krisis kemanusiaan. Agama bukan hanya tentang ketenangan spiritual tetapi juga menjadi pemersatu dan penyejuk konflik.

AICIS: Ikhtiar Akademik dan Alternatif Mengatasi Krisis Kemanusiaan
"Ini upaya menjadikan agama sebagai solusi atas semua problem kemanusiaan dan ekologis. Kita meyakini bahwa agama memiliki solusi yang lengkap atas semua persoalan kehidupan, baik itu urusan keagamaan, kemanusiaan, ekologi, maupun politik dan seterusnya," katanya.
Yaqut menyinggung tentang tragedi kemanusiaan yang pernah terjadi di dunia. Misalnya tentang genosida dan Holocaust. Semua tragedi kemanusiaan tersebut bisa hilang kalau nilai-nilai kebaikan universal agama dikedepankan.
AICIS 2024 Rumuskan Semarang Chapter, Tawaran Solusi Atasi Krisis Kemanusiaan Global
Yaqut berharap, AICIS selanjutnya dapat membahas tema-tema yang berkesinambungan dengan apa yang dilakukan tahun ini. Sebab, AICIS berpotensi menjadi gerakan bagaimana agama menjadi solusi tentang krisis kemanusiaan tadi.
Adapun 9 Isi Piagam Semarang Charter yang dirumuskan dalam AICIS ke-23 itu meliputi:
1. Keyakinan, tradisi, dan praktik keagamaan di seluruh dunia begitu kaya, beragam, dan tidak bisa ditafsirkan secara monolitik, sehingga masing-masing perlu mengenali dan menghormati keragaman ini sebagai sumber kekuatan dan pemahaman dalam merespons krisis kemanusiaan.
2. Dalam menghadapi krisis kemanusiaan akhir-akhir ini, komunitas agama-agama harus bersama-sama memberikan pelayanan terbaik bagi masyarakat untuk meringankan penderitaan, membangun solidaritas, dan menciptakan keadilan dan kesetaraan.
Editor: Kastolani Marzuki












