Pakar Hukum UNS Dukung Gagasan Jaksa Agung Implementasikan Restorative Justice
Dalam konsep itu, kasus-kasus yang relatif ringan dengan parameter yang ditetapkan oleh pejabat yang berwenang, tak perlu lagi diselesaikan di meja hijau. Selama masih dimungkinkan untuk restorative justice, maka langkah tersebut sebaiknya diambil.
Kejaksaan adalah lembaga yang melaksanakan kekuasaan negara di bidang penuntutan. Artinya ia adalah pemegang hak oportunitas yang menentukan suatu perkara pidana layak atau tidak layak diperiksa dan diputus pengadilan. Maka dengan pemikiran keadilan berhati nurani, bisa menciptakan kemanfaatan hukum di tengah masyarakat.
"Perlu diingat, restorative justice dilaksanakan terhadap perkara yang telah memenuhi semua unsur tindak pidana. Artinya perkara tersebut secara positivis layak disidangkan," katanya.
Penerapan restorative justice, menurutnya berbeda dengan penghentian penyidikan atau penghentian penuntutan yang diatur KUHAP. Paling tepat pelaksana restorative justice adalah Jaksa sebagai dominus litis dan pemegang hak oportunitas.
Dalam jangka panjang, Pujiono menilai gagasan Jaksa Agung dapat mengatasi penjara yang over kapasitas. Maka, ke depan penjara hanya untuk tindak pidana yang diselesaikan melalui proses litigasi atau persidangan.
"Oleh sebab itu, sudah saatnya penegakan hukum kita bertransformasi dari otoriter menjadi demokratis yang humanis sebagaimana buah pikiran Jaksa Agung. Dengan demikian, keadilan masyarakat yang selama ini dicita-citakan dapat terwujud," ucapnya.
Editor: Ary Wahyu Wibowo