Pemuda di Grobogan Ini Sulap Limbah Akar Jadi Kerajinan Seni Bernilai Tinggi

GROBOGAN, iNews.id - Seorang pemuda di Kabupaten Grobogan membuat kerajinan dari limbah akar bambu dan kayu jati. Kerajinan bernilai ekonomi tinggi tersebut bahkan telah menembus pasar luar negeri.
Muhammad Alimin atau biasa dipanggil Mbah Ceper mengawali usaha kerajinannya setelah ekonominya terpuruk akibat pandemi Covid-19. Warga Desa Kronggen, Kecamatan Brati, Kabupaten Grobogan ini lalu memanfaatkan keahlian seninya yang diperoleh saat bekerja di Bali.
Bermodal uang Rp3 juta untuk membeli perlengkapan memahat, Ia lalu mengumpulkan limbah akar dari bambu dan kayu jati. Muhammad Alimin memahat satu per satu untuk dibentuk sesuai karakter limbah akar yang diperoleh.
Limbah akar disulap menjadi kerajinan topeng, ikan hias, dan berbagai jenis binatang lainnya yang memiliki nilai seni tinggi.
“Bahan-bahan limbah akar diperoleh dari hutan. Kondisinya sudah tidak terpakai dan sebagian dimakan rayap,” kata Muhammad Alimin, Rabu (20/10/2021).
Bahkan sebuah akar besar yang masih menancap di hutan diukir menjadi beberapa tokoh pewayangan, seperti petruk, gareng dan sapi. Agar tidak rusak, ukiran dari akar pohon jati yang masih menancap ini kemudian diberikan gasebo.
Dalam sehari, dia bisa menyelesaikan dua karya seni. Ia juga mengajak para pemuda yang masih menganggur untuk diajari membuat kreasi seni dari bahan limbah akar. Dalam sebulan, omzet bersih penjualan di wilayah sekitar Jawa Tengah bisa mencapai Rp5 juta.
Sedangkan dalam satu tahun terakhir, omzet penjualan meningkat hingga 50 persen. Sebab produk bisa tebus hingga ke luar negeri, seperti Hongkong, Malaysia, Korea dan Taiwan.
Keuntungan lalu dibagi ke seluruh pekerja seni yang ikut dalam proses pembuatan. Produk yang paling diminati di luar negeri adalah asbak, ikan dan topeng. Dengan bantuan Tenaga Kerja Indonesia (TKI) yang ada di luar negeri, karya seni limbah akar bisa terjual dengan cepat.
Untuk saat ini, kendala yang dialami adalah proses pembuatan karena masih menggunakan alat manual. Ia belum mampu membeli peralatan canggih agar hasilnya bisa maksimal. Sedangkan untuk harga dipatok antara Rp50.000 hingga jutaan rupiah, tergantung tingkat kesulitannya.
Editor: Ary Wahyu Wibowo