Peneliti UNS Ciptakan Alat Pirolisis Limbah, Bisa untuk Sampah Medis Covid-19

SOLO, iNews.id - Peneliti Universitas Sebelas Maret (UNS) Solo membuat inovasi alat pirolisis limbah. Alat dapat dipakai untuk menangani limbah domestik hingga medis Covid-19.
Para peneliti UNS yang tergabung dalam Analytical Chemistry Research Group, beranggotakan Profesor Pranoto, Dr Khoirina Dwi N, Dr Dian Maruto Widjonarko dan Profesor Dwi Aries Himawanto. Pembuatan pirolisis limbah, dilatarbelakangi fakta banyaknya produksi sampah di Indonesia yang mencapai puluhan juta ton per tahun.
“Terlebih adanya limbah medis Covid-19 saat ini, semakin menambah jumlah tersebut,” kata Profesor Pranoto, Jumat (2/4/2021).
Alat yang jadi setahun lalu, dapat digunakan untuk pembakaran limbah atau sampah secara sempurna yang disebut pirolisis. Yakni pembakaran tanpa efek samping dan tanpa luaran gas padat maupun cair.
Guru Besar bidang kimia lingkungan air ini menjelaskan, alat dapat membakar zat organik maupun anorganik dari limbah domestik, medis, dan lain-lain. Seperti daun-daunan, batang, kayu, dan bonggol jagung untuk zat organik. Sementara untuk anorganik, contohnya plastik, styrofoam, APD, masker, botol infus, dan limbah infeksius lainnya.
“Zat organik dan anorganik bisa dihancurkan di situ. Segala hal yang berbau medis bisa dibakar di situ. Jadi tidak mencemari lingkungan. Hanya karena sekarang penanganan Covid-19, saya konsentrasi pada limbah-limbah medis,” jelasnya.
Berbahan baku stainless steel, pirolisis limbah diperuntukkan lingkup Rumah Tangga (RT) terlebih dahulu. Namun ke depan, Pranoto dan tim dapat merancang dalam bentuk lebih besar bagi rumah sakit, Puskesmas, dan klinik yang memerlukan.
Harapannya dengan alat ini, sampah yang dihasilkan mulai di lingkup RT dapat ditangani langsung dari sumbernya. Sehingga tidak terbuang begitu saja ke tempat pembuangan akhir (TPA).
Saat ini, TPA di Solo sudah berusaha melakukan pembakaran dengan sistem pirolisis plasma untuk mengubah sampah menjadi listrik.
“Tapi Solo punya 300 ton per hari limbah domestik. Jika dari sumbernya sudah ditekan dengan pirolisis ini, berarti yang dibuang ke TPA sedikit. Bahan bakar pirolisis dengan LPG atau oli juga lebih murah,” ujarnya.
Pembakaran dengan alat ini menghasilkan hal bermanfaat lainnya. Limbah atau sampah yang dibakar dapat berubah menjadi arang (briket), tir (aspal) cair, dan yang menarik adalah menjadi minyak.
Pembakaran 10 kilogram sampah dapat menghasilkan 4 liter minyak, terutama dari sampah anorganik. Namun minyak masih berupa bahan bakar biasa, belum menjadi bakan bakar minyak (BBM) seperti premium.
“Minimal sekarang untuk kompor bisa karena belum kami teliti ke Bandung. Kemungkinan itu bisa menjadi BBM seperti premium. Kalau bisa masuk klasifikasi premium khan bagus,” katanya.
Terkait rencana ke depan, pihaknya tengah menjajaki dengan Solo Technopark. Hal ini tidak terlepas dari dukungan dunia usaha dan dunia industri (DUDI) dalam produksi dan pemasaran alat. Selain itu, pihaknya juga tengah mendaftarkan diri dalam program Hibah Matching Fund UNS.
Dirinya berharap setelah kegiatan kampus kembali ke sistem tatap muka, berbagai rencana dan proses terkait alat ini dapat berjalan secepatnya.
“Kalau itu bisa diaplikasikan, Alhamdulillah kami bisa menangani limbah yang ada. Terutama yang Covid-19 dengan alat praktis, ramah lingkungan, tidak ada efek samping,” tuturnya.
Editor: Ary Wahyu Wibowo