Polda Jateng Sita Ratusan Handphone Black Market, 2 Warga Demak dan Semarang Ditangkap

Kombes Dwi Subagio mengatakan, berdasar hasil penyidikan diketahui keuntungan yang diperoleh para tersangka cukup besar. "Omzet penjualan handphone yang diperoleh dari penjualan handphone tersebut cukup besar, sekitar Rp15 juta per bulan," ujarnya.
Berdasar pengakuan tersangka, kata dia, handphone baru yang tidak dilengkapi dengan label SDPPI harganya jauh lebih murah dibandingkan dengan handphone baru yang resmi yang memiliki label SDPPI.
"Dalam kasus ini, penyidik berhasil mengamankan barang bukti Handphone berbagai merek dan jenis dengan total ada 173 unit. Total nilai barang yang diamankan sejumlah Rp. 259.500.000 ," sebutnya.
Sedangkan Kabid Humas Polda Jateng, Kombes Pol Stevanus Satake Bayu mengatakan, atas perbuatannya para tersangka dijerat Pasal 62 ayat (1) Jo Pasal 8 ayat (1) huruf a Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen dan Pasal 52 jo Pasal 32 ayat (1) Undang-Undang Nomor 36 Tahun 1999 tentang Telekomunikasi.
"Para tersangka diancam dengan pidana penjara paling lama 5 tahun atau pidana denda paling banyak Rp2 miliar,” ujarnya.
Kasubdit 1 Indagsi Ditreskrimsus, AKBP Rosyid Hartanto menghimbau warga masyarakat membeli handphone yang resmi dan tidak mudah tergiur harga murah. Apalagi dengan jaminan garansi yang cuma satu bulan.
Rosyid menyebut, karena handphone belum memiliki sertifikasi pengujian dari SDPPI maka tingkat radiasi signal beserta konsumsi daya baterainya tidak dapat dipertanggungjawabkan
"Dari setiap perangkat yang tidak memiliki sertifikat SDPPI, terhadap perangkat tersebut tidak terjamin keterhubungan jaringannya, sehingga sering blank atau kehilangan sinyal," ujar Rosyid.
"Untuk itu masyarakat agar teliti sebelum membeli handphone. Harus dilihat apakah Handphone yang dibeli sudah dilakukan sertifikasi, yang dapat dilihat dalam kardus/perangkat Handphone yang sudah tertempel label SDPPI," ujarnya.
Editor: Ahmad Antoni