Profil Biodata Abdul Mu’ti, Tokoh Muhammadiyah Jadi Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah

Mu'ti menamatkan pendidikan dasar dan menengahnya di madrasah. Dimulai dari Madrasah Ibtidaiyah Manafiul Ulum (Kudus, 1980), Madrasah Tsanawiyah Negeri (Kudus, 1983), Madrasah Aliyah Negeri Purwodadi Filial di Kudus (Kudus, 1986).
Pendidikan tingginya ditempuh di Fakultas Tarbiyah IAIN Walisongo (Semarang, 1991), Pembibitan Calon Dosen IAIN (Jakarta, 1992-1993), Flinders University of South Australia (Adelaide, 1997) dan Sekolah Pascasarjana UIN Syarif Hidayatullah (Jakarta, 2008).
Terlahir dari keluarga petani, masa kecil Mu’ti tak pernah lepas dari aktivitas membantu orang tua dan kakeknya. Bertani, berkebun dan beternak adalah salah satu aktivitas utama yang dilakukannya semasa kecil. Etos kerja dan semangat pantang menyerah sudah menjadi bagian dari karakter yang diwariskan oleh orang tuanya.
Selepas menamatkan jenjang pendidikan menengah di MAN Purwodadi filial di Kudus (sekarang menjadi MAN 1 Kudus) pada tahun 1986, Mu’ti memberanikan diri meminta ijin kuliah kepada orang tuanya.
Djamjadi ayahnya, hanya lulusan MTs, sementara Kartinah (ibunya) hanya lulusan SR (Sekolah Rakyat, setara SD).
Meskipun demikian, mereka memegang prinsip, kami boleh saja bodoh tetapi anak-anak kami harus pintar. Prinsip ini membuat mereka tak perlu pikir panjang memberikan ijin bagi putra sulungnya untuk mendaftar kuliah. Mu’ti diterima di Fakultas Tarbiyah IAIN Walisongo Semarang dan menamatkan pendidikan sarjana pada tahun 1991.
Sebagai mahasiswa pertama dari kampungnya, Mu’ti memikul beban berat. Gagal menyelesaikan studi berarti menutup masa depan anak kampung lainnya yang juga bermimpi menempuh pendidikan tinggi di universitas.
Kegagalan akan menumbuhkan skeptisisme di kalangan orang tua, buat apa kuliah mahal-mahal toh akhirnya jadi petani atau kuli bangunan juga. Dua pekerjaan yang jamak dilakoni penduduk kampungnya.
Dengan kondisi ekonomi keluarga yang pas-pasan, perjalanan kuliahnya tak jarang menemui kendala. Untuk menekan biaya hidup di Semarang, setiap pulang dari kampung Mu’ti selalu membawa bekal makanan pokok. Dua bekal yang tak pernah ketinggalan adalah beras dan telur. Di tengah himpitan ekonomi masing-masing, bude dan pakleknya selalu membantu uang saku sebisa mereka.
Mu’ti mulai aktif di Muhammadiyah pada 1987. Ketika itu, ia pertama kali menjadi anggota dan pimpinan Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM) komisariat Al-Faruqi IAIN Walisongo. Kiprahnya di Muhammadiyah terus berlanjut.
Editor: Kastolani Marzuki