Sambut 10 Muharam, Warga di Pekalongan Gotong Royong Buat Bubur Suro
PEKALONGAN, iNews.id – Bubur suro menjadi hidangan khas penuh makna saat menyambut tanggal 10 Muharam. Masyarakat Pekalongan bergotong royong membuat makanan tersebut lalu didoakan dan dimakan bersama.
Bulan Muharam sangat spesial bagi umat Islam karena dirayakan sebagai pergantian tahun. Pada hari ke-10 bulan Muharam, umat Islam merayakan hari Asyura yang disunahkan menjalankan puasa.
Masyarakat Pekalongan memperingati hari Asyura di antaranya dengan membuat bubur asyura atau biasa disebut bubur suro. Tradisi memasak bubur suro semakin langka, namun warga kampung di Pekuncen, Wiradesa, Kabupaten Pekalongan masih melestarikan tradisi ini.
Warga setempat terus menjaga tradisi tersebut agar tidak hilang. Sebab budaya ini penuh makna dan mengandung filosofi baik. Antara lain mempererat silaturahmi, mendoakan alam dan seisinya, khususnya untuk keselamatan dan kesejahteraan warga.
Untuk memasak bubur suro, prosesnya sejak pagi hingga beberapa jam dengan cara gotong royong oleh warga, terutama ibu-ibu. Bahan baku yang dimasak adalah beras, kacang tanah, jagung, ketela, singkong, talas direbus dan diaduk secara terus menerus hingga tercampur rata.
Adonan bubur juga ditambahkan daging serta ikan laut serta telor dan sayuran, sehingga menambah rasa gurih dan sedap. Setelah bubur suro selesai dimasak, selanjutnya diletakkan dalam wadah takir dari daun pisang yang dibentuk seperti mangkok.
Makanan khas yang sudah ada sejak ratusan tahun ini kemudian didoakan sebelum dimakan bersama, dan dibagikan kepada warga.
“Bubur suro merupakan lambang rasa syukur kepada Yang Maha Kuasa atas berkah dan rezeki yang diperoleh dalam waktu setahun. Selain itu juga mohon keberkahan dan keselamatan lahir batin dunia akhirat setahun yang akan datang,” kata Umi Anik, salah satu tokoh masyarakat setempat, Kamis (19/8/2021).
Kisah bubur suro dibuat untuk memperingati hari di mana Nabi Nuh selamat setelah 40 hari mengarungi banjir besar yang melanda dunia saat itu. Beras dan santan melambangkan lahir dan batin manusia sebagai bahan dasar manusia yang memiliki ruh. Lauk melambangkan dinamika kehidupan dalam setiap harinya untuk selalu ibadah dan bersedia mengabdi kepada Tuhan, dan berbuat sholeh kepada seluruh mahluk.
Ruh-nya manusia dilambangkan dari rasa yang tercipta ketika semua bahan dijadikan satu dan diberi nama bubur suro. Harapan yang muncul dari niat bersyukur dan berdoa agar diberikan keselamatan dunia akherat, serta berharap apa yang menjadi cita-cita dikabulkan Tuhan.
Editor: Ary Wahyu Wibowo