Sejarah Tugu Lilin, Lambang Kota Solo sebagai Cagar Budaya Nasional
Akan tetapi, prosesnya ternyata memiliki banyak hambatan yang harus dilewati. Pasalnya, pemerintahan Hindia Belanda sempat menolak pembangunan tugu tersebut karena dianggap sebagai simbol pemberontakan.
Bahkan, Pakubuwono X sempat dipanggil oleh Gubernur Jenderal Hindia Belanda yang saat itu dipimpin oleh Bonifacius Cornelis de Jonge karena sudah mendukung pendirian tugu tersebut
Meski akhirnya sudah mendapatkan izin pendirian tugu dari Belanda. Namun, setelah tugu tersebut selesai dibangun kembali mendapatkan reaksi dari pemerintahan Hindia Belanda.
Pemerintah Hindia Belanda saat itu menolak pemberian nama tugu sebagai Tugu Peringatan Pergerakan Kebangsaan 1908-1933.
Karena nama tugu tersebut, bahkan dari Pemerintah Hindia Belanda mengancam akan membongkarnya. Akhirnya, setelah mediasi kembali dilakukan antara Pakubuwono X dengan Pemerintahan Hindia Belanda kala itu, akhirnya tugu tersebut tetap berdiri hingga sekarang.
Kemudian, pada tahun 1953 Tugu Lilin ini dijadikan sebagai logo resmi Kota Solo Jawa Tengah. Latar belakang dipakainya Tugu Lilin sebagai salah satu ikon di lambang Kota Solo yang menjelaskan maksud dari Tugu Lilin sebagai lambang persatuan dan kesatuan bangsa Indonesia.
Menurut kemendikbud ristek, pada tahun 2017 Tim Ahli Cagar Budaya Nasional merekomendasikan untuk menjadikan Cagar Budaya peringkat Nasional.
Hal ini merupakan bukti semangat kebangkitan nasional dalam perjuangan merebut kemerdekaan. Sehingga memutuskan Tugu Lilin sebagai Cagar Budaya peringkat Nasional melalui Surat Keputusan Nomor 369/M/2017.
Itulah menjelasan mengenai sejarah Tugu Lilin, Lambang Kota Solo. Semoga menjadi referensi kamu dalam perbendaharaan sejarah.
Editor: Ahmad Antoni