Penetapan wilayah kekuasaan Raden Mas Said terjadi pada 17 Maret 1757 melalui sebuah perjanjian di Salatiga. Kedudukannya sebagai Adipati Miji sejajar dengan kedudukan Sunan Paku Buwono III dan Sultan Hamengkubuwono I dengan daerah kekuasaan meliputi wilayah Keduwang (daerah Wonogiri bagian timur), Honggobayan (daerah timur laut Wonogiri) sampai perbatasan Jatipurno dan Jumapolo (Kabupaten Karanganyar), Sembuyan (daerah sekitar Wuryantoro dan Baturetno), Matesih, dan Gunung Kidul.
Asal usul Wonogiri, KGPAA Mangkunegara I membagi wilayah Wonogiri menjadi lima daerah yang masing-masing memiliki karakteristik yang berbeda. Hal ini digunakan sebagai metode dalam menyusun strategi kepemimpinan. Daerah pertama Nglaroh (Wonogiri bagian utara). Kedua daerah Sembuyan (wilayah Wonogiri bagian selatan). Ketiga daerah Wiroko (wilayah sepanjang Kali Wiroko atau bagian tenggara Kabupaten Wonogiri). Keempat daerah Keduwang (wilayah Wonogiri bagian timur). Sedangkan kelima adalah daerah Honggobayan (daerah timur laut Wonogiri).
Dengan memahami karakter daerah-daerah tersebut, Raden Mas Said menerapkan cara yang berbeda dalam memerintah, menggali potensi yang maksimal demi kemajuan dalam membangun wilayah tersebut.
Raden Mas Said memerintah sekitar 40 tahun dan wafat pada 28 Desember 1795. Setelah Raden Mas Said meninggal, kekuasaan trah Mangkunegaran diteruskan putra-putranya. Pada masa kekuasaan KGPAA Mangkunegara VII, terjadi peristiwa penting sekitar tahun 1923, yakni perubahan status daerah Wonogiri yang dahulu hanya berstatus kawedanan menjadi kabupaten.
Saat itu Wedana Gunung Ngabehi Warso Adiningrat diangkat menjadi Bupati Wonogiri dengan pangkat Tumenggung Warso Adiningrat. Dari perubahan status ini, wilayah Wonogiri dibagi menjadi 5 kawedanan, yaitu Kawedanan Wonogiri, Wuryantoro, Baturetno, Jatisrono dan Purwantoro.
Pada saat itu, wilayah kekuasaan Mangkunegaran melakukan penghematan anggaran dengan menghapuskan sebagian wilayah kabupaten, yaitu Kabupaten Karanganyar, sehingga wilayah Mangkunegaran manjadi dua, yaitu Kabupaten Mangkunegaran dan Kabupaten Wonogiri. Ini berlangsung sampai tahun 1946.
Setelah Indonesia merdeka pada 17 Agustus 1945, dan dalam perjalanannya hingga tahun 1946, di wilayah Mangkunegaran terjadi dualisme pemerintahan, yaitu Kabupaten Wonogiri masih dalam wilayah monarki Mangkunegaran, dan di lain pihak menginginkan Kabupaten Wonogiri masuk sistem demokrasi Republik Indonesia.
Editor : Ary Wahyu Wibowo
Artikel Terkait