Sekretaris Paguyuban Jamu Gendong Wonolopo Supriyanto, mengatakan, terdapat sekira 40 orang yang menjalani profesi sebagai peracik jamu. Seiring waktu, jumlahnya menyusut hingga kini hanya sekira 25 orang yang masih setia menjadi penjual jamu.
“Selama pandemi proses produksi lancar, karena kebutuhan lumayan meningkat terutama pada awal-awal pandemi,” kata Supriyanto.
Bapak tiga anak itu menyampaikan, penghasilannya melonjak drastis pada awal pandemi. Semua minuman jahe yang mengandung temulawak, jahe, dan kunyit banyak dicari pembeli. Stok minuman jahe yang dibawa beredar ditambah untuk memenuhi pesanan.
“Kalau dulu peningkatan yaitu sekitar awal Maret itu, saya saja meningkat hampir 50 persen. Belum lagi penjua jamu yang lain. Dulu itu biasanya hanya dapat Rp400 ribu, tapi ketika pandemi melonjak menjadi Rp700 ribu,” katanya.
“Untuk jamu yang dibawa macam-macam, misalnya beras kencur dulunya hanya 1 jeriken harus ditambah menjadi 2,5 jeriken. Permintaan paling banyak jenis temulawak, kunir, dan jahe. Itu sudah siap dalam bentuk minuman, siap konsumsi,” katanya.
Editor : Ahmad Antoni
Artikel Terkait