Lambat laun badai pandemi juga berdampak bagi perajin jamu. Jumlah pembeli berkurang. Banyaknya buruh yang kehilangan pekerjaan dan sulitnya mencari penghasilan, membuat jamu bukan lagi bahan pokok untuk dipenuhi.
“Sekarang ini agak turun karena dampak ekonomi. Banyak yang di-PHK. Sekarang ini banyak yang pengangguran, jadi daya beli juga berkurang, tapi enggak sampai turun drastis. Masih standar penghasilan masih standar,” ujarnya.
Menurutnya, lesunya ekonomi hampir merata di seluruh daerah. Penjual jamu yang tiap hari berkeliling sesuai “wilayah kerja” tak lagi mendapatkan penghasilan menakjubkan sebagaimana setahun lalu. Dari pasar tradisional hingga perumahan elite, semua sama tak ada lonjakan permintaan.
“Kita kan muter dari masing-masing (penjual jamu) sudah punya lokasi. Ada yang di Kedungpane, Ngaliyan, Pasar BK Ngemplak semongan, Pasar Ngaliyan, Kalipancur, Boja, Mangkang, dan sebagainya,” ujarnya.
Dia mengatakan, kini membatasi jumlah pengunjung di Kampung Jamu. Anjuran pemerintah untuk mengurangi kerumunan dan mobilitas massa sangat dipatuhi. Mereka berkomitmen menjaga protokol kesehatan di kampung agar tak terjadi klaster Covid-19.
Editor : Ahmad Antoni
Artikel Terkait