Saat proses obervasi, kata Kadek, pihaknya membutuhkan data-data kolateral. Data itu bisa diambil dari pihak yang dianggap netral, bisa dari keluarga, tetangga, perangkat desa atau pihak-pihak berwajib yang mengetahui permasalahannya.
“Jadi untuk menentukan gangguan jiwa kami memang memerlukan observasi dahulu. Baik itu riwayat dahulu maupun sekarang. Tidak serta-merta yang punya riwayat terdahulu pasti mengalami gangguan jiwa. Atau orang yang mengalami gangguan jiwa tidak serta merta tidak mampu bertanggungjawab (atas perbuatannya),” katanya.
Pihaknya tentu akan betul-betul melakukan serangkaian pemeriksaan apakah benar-benar F ini mengalami gangguan jiwa atau tidak. Jika mengalami, apakah gangguan itu berat atau tidak.
“Kalau alami gangguan jiwa berat apakah pada saat melakukan tindakan dipengaruhi oleh hal-hal yang tidak realistis. Misalnya halusinasi. Jadi hal-hal itu yang harus kami periksa dulu, nanti kalau sudah ada hasilnya baru kami akan berikan ke pihak peminta,” ucapnya.
Editor : Ary Wahyu Wibowo
Artikel Terkait