Mereka harus antre mengurus perizinan secara reguler mulai dari permohonan SIUP, pembayaran PNBP, penerbitan buku kapal, cek fisik, pembayaran pungutan hasil perikanan, hingga penerbitan surat izin penangkapan ikan (SIPI) alat tangkap jaring tarik berkantung.
Riswanto menyebut, akibat penumpukan kapal terjadi kelumpuhan kegiatan ekonomi di kawasan pelabuhan perikanan pantai. Sebab hampir semua jenis kapal terkena dampaknya, tidak bisa bongkar muat hasil tangkapan dan tidak bisa keluar pelabuhan untuk kemballi berangkat melaut.
Sejumlah kapal selain cantrang juga terpaksa bongkar muat di Pelabuhan Pekalongan karena susah untuk masuk ke Pelabuhan Tegal. HNSI Jateng sudah berusaha maksimal untuk membantu para pemilik kapal dan nelayan bernegosiasi dengan Kementrian Kelautan dan Perikanan, yakni dengan meminta surat keterangan sementara untuk kapal cantrang yang perizinannya masih dalam proses agar diperbolehkan melaut
Namun permintaan ditolak, sehingga nelayan harus menunggu proses perizinan selesai sampai batas waktu yang belum bisa ditentukan. Data dari HNSI Jateng, dari sekitar 600 kapal yang telah mengurus perizinan peralihan alat tangkap di Kota tegal, baru sekitar 100 kapal yang sudah selesai.
Sementara di Pantura Jawa Tengah terdapat 874 kapal cantrang yang akan beralih ke alat tangkap jaring tarik berkantung. Keberadaannya tersebar di sejumlah pelabuhan mulai daru Brebes, Batang, Pati, Juwana, dan Rembang.
Editor : Ary Wahyu Wibowo
Artikel Terkait