Pada tahun 2021, pihaknya melakukan perlawanan karena memiliki bukti hak pakai yang terletak di lahan Sriwedari, yakni hak pakai nomor 46, 0026, 40, dan 41. Pada saat melakukan perlawanan melalui perkara perlawanan di PN Surakarta, pada saat itu tidak diterima.
Kemudian di tahun yang sama melakukan upaya banding di Pengadilan Tinggi (PT) Semarang, pada saat itu putusannya tidak dapat diterima. Selanjutnya pada tahun 2022, pihaknya melakukan upaya kasasi dan Mahkamah Agung (MA) menerima perlawanan Pemkot Solo.
“Intinya adalah mengabulkan permohonan kasasi dari pemohon kasasi dalam hal ini pihak Pemkot. Pada intinya membatalkan putusan Pengadilan Tinggi Semarang Nomor 468/PTT/2021 tanggal 8 Desember 2021, junto putusan pengadilan negeri,” ucapnya.
Pengadilan mengabulkan perlawanan Pemkot Solo dan menyatakan tidak sah penetapan sita eksekusi yang dikeluarkan PN Surakarta pada saat itu. Kemudian memerintahkan Ketua PN Surakarta untuk mengangkat sita eksekusi atas tanah Sriwedari. Kemudian membatalkan pelaksanaan eksekusi yang dimohon ahli waris Wiryodiningrat.
Sekda Solo Budi Murtono mengatakan, setelah terbitnya angkat sita eksekusi dari pengadilan, pihaknya akan melanjutkan penataan lahan Sriwedari sebagai ruang publik.
Perlu diketahui, tanah Sriwedari yang menjadi sengketa memiliki luas sekitar 99.889 meter persegi. Tanah sangat stragis karena di jalan Slamet Riyadi yang menjadi jantung Kota Solo.
Tanah Sriwedari dulunya dikenal sebagai Bon Rojo (Kebun Raja) di masa Raja Keraton Kasunanan Surakarta (Keraton Solo) Pakoe Boewono (PB) X. Di tanah Sriwedari juga terdapat Stadion Sriwedari yang merupakan tempat penyelenggaraan Pekan Olahraga Nasional (PON) pertama di Indonesia.
Editor : Ahmad Antoni
Artikel Terkait