Kisah Kerbau Bule Keraton Solo, Konon sebagai Pengawal Pusaka Kiai Slamet
Konon, saat Paku Buwono II mencari lokasi untuk keraton yang baru, tahun 1725, leluhur kerbau bule tersebut dilepas, dan perjalanannya diikuti para abdi dalem keraton. Hingga akhirnya berhenti di tempat yang kini menjadi Keraton Solo atau sekitar 500 meter arah selatan Balai Kota Solo saat ini.
Bagi masyarakat Solo dan sekitar seperti Kabupaten Karanganyar, Sragen, Boyolali, Klaten, Sukoharjo, dan Wonogiri. Kerbau bule Kiai Slamet bukan lagi sebagai hewan yang asing. Setiap malam 1 Sura dari penanggalan Jawa, atau malam tanggal 1 Muharam menurut kalender Islam (Hijriah), kerbau bule dikirab, menjadi cucuk lampah sejumlah pusaka keraton.
Ritual kirab malam 1 Sura berlangsung tengah malam, biasanya tepat tengah malam, tergantung kemauan dari kerbau Kiai Slamet. Sebab, kerbau baru keluar dari kandang selepas pukul 01.00 WIB. Kirab pusaka ini sangat tergantung pada kerbau Kiai Slamet.
Jika saatnya tiba, biasanya tanpa harus digiring kawanan kerbau bule akan berjalan dari kandang menuju halaman keraton. Peristiwa ini sangat ditunggu-tunggu masyarakat.
Ribuan orang tumpah ruah di sekitar istana, juga di jalan-jalan yang akan dilalui kirab. Masyarakat meyakini akan mendapat berkah dari keraton jika menyaksikan kirab. Kawanan kerbau bule akan berada di barisan terdepan, mengawal pusaka yang dibawa para abdi dalem keraton.
Sejak dulu, sekawanan kerbau bule Keraton Solo memiliki banyak keunikan. Kawanan kerbau ini, sering berkelana ke tempat-tempat jauh untuk mencari makan tanpa diikuti abdi dalem yang bertugas menggembalakannya. Mereka sering sampai ke Cilacap yang jaraknya lebih 100 kilometer dari Solo, atau Madiun di Jawa Timur.
Editor: Ary Wahyu Wibowo