Kisah Kerbau Bule Keraton Solo, Konon sebagai Pengawal Pusaka Kiai Slamet
Sejarawan Universitas Negeri Sebelas Maret (UNS) Solo, Sudarmono menyebut, selain dekat dengan kehidupan petani, sosok kerbau memang banyak mewarnai sejarah kerajaan di Jawa. Semasa Kerajaan Demak, seekor kerbau bernama Kebo Marcuet mengamuk dan tak ada satu prajurit yang bisa mengalahkan.
Karena meresahkan, kerajaan menggelar sayembara barang siapa mampu mengalahkannya akan diangkat menjadi senopati. Secara mengejutkan, Jaka Tingkir atau Mas Karebet mampu mengalahkan Kebo Marcuet dengan tongkatnya.
Mas Karebet kemudian mempersunting putri Raja Demak Sultan Trenggono, dan akhirnya mengambil alih kekuasaan. Jaka Tingkir sebenarnya keturunan Kebo Kenongo, Raja Pengging Hindu yang dikalahkan Kerajaan Demak.
Pemindahan kekuasaan dari Demak ke Pajang yang dekat Pengging adalah upaya Joko Tingkir mengembalikan pengaruh kekuasaan kerajaan ke pedalaman yang sarat tradisi agraris.
Dari sejarah itu, kerbau selalu dijadikan alat melegitimasi kekuasaan kerajaan. Dalam budaya agraris, kerbau simbolisasi kekuatan petani. Sosok kerbau dihadirkan dalam kirab yang diikuti abdi dalem dan rakyat. Sebenarnya ingin menunjukkan legitimasi keraton atas rakyatnya yang sebagian besar petani.
Kemunculan kerbau bule Kiai Slamet dalam kirab adalah perpaduan antara legenda dan sage (cerita rakyat yang mendewakan binatang). Dalam pendekatan periodisasi sejarah, sosok kerbau bule ditengarai hadir semasa Paku Buwono (PB) VI pada abad XVII. PB VI merupakan raja yang dianggap memberontak kekuasaan penjajah Belanda dan sempat dibuang ke Ambon.
Meski PB VI dibuang ke Ambon, namun semangat pemberontakan dan keberaniannya menghidupi rakyatnya. Dalam peringatan naik tahta, sekaligus pergantian tahun dalam penanggalan Jawa malam 1 Sura, muncul kreativitas menghadirkan sosok kerbau bule yang dipercaya sebagai penjelmaan pusaka Kiai Slamet dalam kirab pusaka.
Editor: Ary Wahyu Wibowo