Kritik Pemerintah, Jubir Satgas Covid-19 UNS Ingatkan Pentingnya Prokes

SOLO, iNews.id - Juru Bicara (Jubir) Satgas Covid-19 Rumah Sakit (RS) Universitas Sebelas Maret (UNS) Solo dr Tonang Dwi Ardyanto kembali mengingatkan pentingnya penerapan protokol kesehatan (prokes). Pernyataan disampaikan terkait sejumlah kebijakan yang diterapkan pemerintah.
Guna menekan angka Covid-19, pemerintah menerapkan pemberlakuan pembatasan kegiatan Masyarakat (PPKM) darurat dan berlevel di Pulau Jawa-Bali dan sejumlah daerah lainnya.
Pemerintah pusat baru-baru ini juga meminta pemerintah daerah menggencarkan tracing guna mempermudah tenaga kesehatan saat menelusuri riwayat penularan Covid-19 pada pasien.
Selain itu juga ada syarat sertifikat vaksinasi Covid-19 bagi masyarakat yang ingin masuk ke pusat perbelanjaan. Kemudian tes usap antigen bagi penumpang yang ingin menggunakan transportasi massal untuk menempuh perjalanan jarak jauh.
“Sebenarnya seberapa penting kita melakukan tes antigen sebelum naik kereta?. Kalau mau ditanya memilih menjaga prokes dengan baik atau menggunakan tes antigen, lebih baik prokes yang ditegakkan betul. Karena antigen sekali itu belum jaminan yang baku,” kata dr Tonang Dwi Ardyanto melalui siaran pers Humas UNS, Kamis (19/8/2021).
Dalam hal ini, ia menyoroti sikap sebagian orang yang merasa aman dan merdeka ketika sudah dites usap antigen. Padahal tes usap antigen belum menjadi jaminan.
Dokter spesialis patologi klinis RS UNS ini mengatakan, kebijakan pemerintah dalam menekan angka penularan Covid-19 harus tegas dan jelas. Cakupan vaksinasi Covid-19 yang sudah digelar pemerintah dinilai belum membebaskan Indonesia dari kekhawatiran terhadap krisis kesehatan ini.
Dijelaskannya, efek vaksinasi Covid-19 baru bisa efektif dirasakan jika sudah mendapat vaksin lengkap dan melewati 14 hari dari suntikan dosis kedua.
“Perlu kami sampaikan bahwa dosis pertama vaksin Covid-19 belum mendapat hasil yang kita harapkan, sehingga perlu diluruskan dalam aturan yang ada jangan tanggung. Jangan ngambil risiko, harus lengkap dan minimal jaraknya sudah 14 hari dari suntikan kedua,” katanya.
Apabila masyarakat ingin melakukan perjalanan jarak jauh menggunakan transportasi massal, ia menilai yang terpenting adalah tetap menerapkan prokes dengan didukung penyaringan penumpang.
Vaksin belum bisa menjadi senjata yang bisa diandalkan secara mutlak. Sebab saat ini baru personal immunity dan belum bisa dikatakan herd immunity.
Berkaitan dengan herd immunity, hal ini baru dapat terwujud jika vaksinasi Covid-19 disuntikkan kepada masyarakat di suatu daerah yang tidak ada mobilitas keluar-masuk.
Namun, jika melihat kondisi di Indonesia, ia menilai herd immunity belum dapat terwujud. Sebab pemerintah masih membuka akses perjalanan lintas daerah di sejumlah kota, kabupaten dan pulau.
“Bahkan kalau mau mengatakan herd immnity sebenarnya idealis sekali. Kita masih agak jauh (dari herd immunity),” ucapnya.
Editor: Ary Wahyu Wibowo