Mengintip Proses Pembuatan Gula Jawa Turun-temurun di Desa Pageraji Banyumas
“Ada 30 pohon yang saya sadap. Jadi dalam sehari 60 kali saya naik pohon kelapa pagi dan sore,” Kata Jazuli (40), seorang penderes warga Desa Pageraji, dikutip dari iNewsPurwokerto.id, Senin (29/11/2021).
Dia menyebutkan, dari 30 pohon tersebut, air nira yang sudah diolah menjadi gula Jawa, dirinya bisa memperoleh hasil kurang lebih sekitar 10 kilogram gula Jawa. Gula tersebut akan dihargai oleh pengepul sekitar Rp12.000 - Rp12.400 ribu per kilogram.
Berarti Jazuli bisa mendapatkan uang sekitar Rp 120- Rp124 ribu rupiah. Tapi keuntungan tersebut belum dipotong biaya untuk kayu bakar. Bahkan jika musim hujan turun, dia juga mengaku pendapatannya menurun. Belum lagi risiko yang mengancam nyawa, seperti cacat atau meninggal akibat terjatuh dari pohon kelapa yang sering dialami para penderes gula kelapa ini.
“Kalau musim terang bisa mencapai 10 kilogram, tapi kalau musim hujan turun menjadi 8 kilogram, itu karena saat musim hujan kualitas nira menjadi turun akibat tercampur air hujan. Selain itu banyak pongkor yang tidak terpasang karena saat hujan pohon menjadi licin, selain itu keuntungan dari hasil gula jawa belum bersih karena harus dipotong biaya beli kayu bakar” ujarnya.
Di Banyumas, air nira untuk pembuatan gula Jawa yang sudah di sadap tersebut dinamakan ‘bandek’, warnanya putih keruh, air bandek tersebut dapat diminum langsung atau di fermentasikan menjadi tuak yang mengandung alkohol.
Sementara menurut Tursinah (40) seorang pengrajin gula Jawa mengatakan jika pengrajin gula Jawa yang saat ini dilakoninya sudah dilakukan sekitar 15 tahunan. Dia menekuni profesi ini karena sang suami merupakan seorang penderes kelapa dan sudah menjadi mata pencahariannya sehari-hari.
Editor: Ahmad Antoni