Ruwatan Bumi di Borobudur Bawa Spirit Kearifan Lokal Masyarakat Indonesia untuk Negara G20
MAGELANG, iNews.id – Ruwatan Bumi menutup acara puncak rangkaian Pertemuan Tingkat Menteri Kebudayaan atau Culture Ministers Meeting (CMM) negara G20 dan Festival Indonesia Bertutur di Taman Lumbini, kompleks Candi Borobudur, Kabupaten Magelang, Selasa (13/9/2022) malam. Berbagai ritual dan doa dibawakan silih berganti oleh tetua adat dari seluruh daerah dari Sabang sampai Merauke.
Ruwatan Bumi yang dilakukan oleh 27 tetua adat dari nusantara ini juga menggambarkan hubungan yang harmonis anatara manusia, alam dan pencipta.
Gubernur Jateng Ganjar Pranowo mengatakan Ruwatan Bumi menunjukkan komitmen negara-negara G20 untuk kembali perhatian terhadap lingkungan.
"Hari ini sengaja diciptakan tema Ruwatan Bumi untuk menunjukkan komitmen dari negara-negara G20 untuk kembali ke lingkungan, punya perhatian tinggi terhadap lingkungan. Ya back to nature kira-kira begitu," kata Ganjar.
Ruwatan Bumi mengambil konsep doa bersama yang melibatkan sekitar 83 pemangku adat di seluruh Indonesia. Doa bersama tersebut dikemas dalam sebuah pertunjukan kolosal yang menampilkan beragam cara tradisional dan kebudayaan yang dimiliki bangsa Indonesia.
"Konsepnya adalah bagaimana cara-cara tradisional, cara-cara kebudayaan, yang dimiliki oleh bangsa Indonesia ini untuk ditampilkan dalam karya seni. Tadi ditampilkan hampir seluruh wilayah di Indonesia dengan berbagai keragaman bajunya, tariannya, bahasanya, dengan cara-caranya," kata Ganjar.
Menurut Ganjar, Ruwatan Bumi menjadi momentum mengenalkan tradisi dan budaya masyarakat Indonesia. Khususnya terkait menjaga alam dan lingkungan, serta beragamnya kekayaan budaya Indonesia.
"Betul-betul negara lain melihat bahwa kita kaya sekali soal ini. Tadi Menteri Urusan Parlemen dan Kebudayaan India bicara terus dan menghafalkan Ruwatan Bumi, Ruwatan Bumi. India tahu bahwa bumi itu artinya land, country, earth begitu. Mereka sangat paham soal itu. Lalu dari Jerman juga bercerita amazing tentang keragaman budaya kita," katanya.
Lebih lanjut, Ruwatan Bumi yang membawa spirit kearifan lokal masyarakat Indonesia itu merupakan pemantik bagi negara-negara G20 untuk kembali melihat kondisi bumi, lingkungan, dan kesenian yang ada dalam suatu negara.
"Mudah-mudahan ini juga menjadi momentum perhatian semua negara untuk melihat kondisi buminya, lingkungannya, kesenian tradisionalnya sebagai bentuk respek atau penghormatan antarbudaya bangsa," ujarnya.
Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Menristek Dikti), Nadiem Anwar Makarim, mengajak seluruh masyarakat dan negara-negara G20 untuk kembali memperhatikan pemulihan bumi. Sebab hidup manusia tidak bisa lepas dari alam dan lingkungan.
"Kita di sini mencari waktu untuk refleksi. Refleksi sebagai seorang manusia yang hidup bergantung pada dinamika empat unsur, yaitu tanah, air, udara, dan api. Tubuh manusia berada di antara langit dan bumi, laut dan darat, serta delapan titik mata angin,” kata Nadiem.
“Melalui Ruwatan Bumi, inilah saatnya untuk kita semua merenungkan proses pemulihan dari dampak pandemi global itu dengan meningkatkan kesadaran kita akan kelestarian alam, manusia, dan semua makhluk hidup," ujarnya.
Editor: Ahmad Antoni