Sejarah Kesultanan Surakarta, Jejak Perjalanan Dinasti Mataram
SOLO, iNews.id – Sejarah Kesultanan Surakarta muncul sebagai dampak kemelut panjang di Kesultanan Mataram Islam yang berdiri sejak abad ke-16 masehi. Keraton Kasunanan Surakarta Hadiningrat merupakan kerajaan di pulau Jawa bagian tengah yang berdiri pada tahun 1745.
Pemerintahan awal Kesultanan Mataram Islam berada di Mentaok, kemudian Kotagede (Yogyakarta). Pada masa Amangkurat I (1645-1677), tepatnya tahun 1647, pusat pemerintahan dipindahkan ke Plered (sekarang di Kabupaten Bantul). Kesultanan Mataram dengan ibu kota di Plered rusak parah akibat pemberontakan Trunajaya pada tahun 1677. Selanjutnya Susuhunan Amangkurat II memindahkan ibu kota ke Kartasura.
Amangkurat II (1680-1702) mendirikan kerajaan baru di timur Yogyakarta, yaitu di hutan Wonokarto yang berganti nama menjadi Kartasura (kini di masuk Kecamatan Kartasura, Kabupaten Sukoharjo). Keraton baru didirikan karena Istana Plered dikuasai pemberontak dan dianggap sudah tidak layak sebagai pusat pemerintahan.
Keraton baru di Kartasura mulai dibangun pada 1679, kemudian dikenal sebagai Kasunanan Kartasura Hadiningrat. Berturut-turut, penerus tahta Amangkurat II di Kasunanan Kartasura Hadiningrat adalah Amangkurat III (1703-1708), Pakubuwono I (1704-1719), Amangkurat IV (1719-1726) sampai dengan Pakubuwono II (1726-1749).
Dalam perjalanannya, terjadi perpecahan Wangsa Mataram Di era pemerintahan Pakubuwono II, yakni pada kurun 1741-1742. Terjadi geger pecinan yang menyebabkan hancurnya istana Kasunanan Kartasura Hadiningrat. Keraton Kartasura mendapat serbuan dari pemberontakan orang-orang Tionghoa yang mendapat dukungan dari orang-orang Jawa anti VOC di tahun 1742.
Kesultanan Mataram yang berpusat di Kartasura akhirnya mengalami keruntuhan. Kartasura berhasil direbut kembali melalui bantuan Adipati Cakraningrat IV, seorang penguasa Bangkalan, namun keadaannya sudah rusak parah. Pakubuwana II yang menyingkir ke Ponorogo, akhirnya memutuskan untuk membangun istana baru.
Susuhunan Pakubuwana II memerintahkan Tumenggung Hanggawangsa bersama Tumenggung Mangkuyudha, mencari lokasi ibu kota dan keraton yang baru. Untuk itu, dibangun keraton baru di lokasi yang berjarak sekitar 20 kilometer ke arah tenggara dari Kartasura, tepatnya di Desa Sala, sebuah desa di tepi Sungai Bengawan Solo.
Untuk pembangunan keraton ini, Pakubuwana II membeli tanah seharga selaksa keping emas yang diberikan kepada akuwu (lurah) Desa Sala yang dikenal sebagai Ki Gedhe Sala. Di tengah pembangunan keraton, Ki Gedhe Sala meninggal dan dimakamkan di area keraton.
Editor: Ary Wahyu Wibowo