Sejarah Kesultanan Surakarta, Jejak Perjalanan Dinasti Mataram
Pangeran Mangkubumi bergabung dengan Raden Mas Said atau Pangeran Sambernyawa, seorang Pangeran Mataram yang lahir di istana Kartasura dan telah melancarkan perlawanan terhadap Pakubuwono II sejak peristiwa geger pecinan. Dengan bergabungnya Raden Mas Said beserta pengikutnya, kubu Pangeran Mangkubumi semakin bertambah kuat.
Pada 12 Desember 1749, Pangeran Mangkubumi, dengan mendapat dukungan penuh Raden Mas Said mengangkat dirinya sebagai raja atau sultan di kerajaan tandingan di Yogyakarta. Raden Mas Said diangkat sebagai patih (perdana menteri), sekaligus panglima perang dan menyandang gelar Pangeran Adipati Mangkunegoro Senopati Panoto Baris Lelono Adikareng Noto. Pangeran Mangkubumi juga menikahkan Raden Mas Said dengan anak perempuannya yang bernama Raden Ayu Inten.
Pada penghujung tahun 1749, Pakubuwono II sakit keras sehingga kedaulatan Kasunanan Surakarta Hadiningrat diserahkan kepada Belanda, yakni VOC (Vereenigde Oostindische Compagnie). Sejak itu, penobatan raja-raja keturunan Mataram harus seizin Belanda. Pada 15 Desember 1749, VOC yang diwakili oleh Baron von Hohendorff melantik putra mahkota, Raden Mas Suryadi, sebagai penerus tahta Kasunanan Surakarta Hadiningrat dengan gelar Sri Susuhunan Pakubuwono III (1749-1788).
Pada 20 Desember 1749, Pakubuwono II wafat karena penyakitnya yang semakin parah. Pada sisi lain, Belanda cemas karena wilayah Pangeran Mangkubumi semakin luas. Belanda kemudian menggagas Perjanjian Giyanti pada 13 Februari 1755. Secara garis besar, isi perjanjian membagi wilayah Mataram menjadi dua, yaitu Kasunanan Surakarta Hadiningrat di bawah pimpinan Sri Susuhunan Pakubuwono III dan Kasultanan Ngayogyakarta Hadiningrat dipimpin Pangeran Mangkubumi dengan gelar Sri Sultan Hamengkubuwono I (1755-1792).
Namun, Hamengkubuwono I dan Raden Mas Said justru berselisih paham, sehingga Raden Mas Said melakukan perlawanan kepada mertuanya, selain tetap melawan Pakubuwono III di Kasunanan Surakarta Hadiningrat. Lagi-lagi VOC ikut campur karena cemas dengan sepak terjang Raden Mas Said.
Nicholas Hartingh, penguasa VOC di Semarang, mendesak agar Pakubuwono III segera mengupayakan jalan perdamaian. Maka digagas Perjanjian Salatiga pada 17 Maret 1757 di Wonogiri. Perjanjian Salatiga semakin mengurangi wilayah Kasunanan Surakarta Hadiningrat. Raden Mas Said mendapat daerah kekuasaan di sebagian wilayah Kasunanan Surakarta Hadiningrat. Wilayah ini disebut Praja (Kadipaten) Mangkunegaran dan Raden Mas Said dinobatkan sebagai penguasanya dengan gelar Kanjeng Gusti Pangeran Adipati Arya Mangkunegara I atau Adipati Mangkunegara I (1757-1795).
Demikian seklumit sejarah Kesultanan Surakarta yang terus mengalami berbagai peristiwa hingga era Raja Paku Buwono XIII.
Editor: Ary Wahyu Wibowo