Sosok KGPAA MN X Bhre Cakrahutomo, Mimpi Besar dan Cita-cita yang Tertunda
SOLO, iNews.id - Kadipaten Mangkunegaran di Kota Solo kini telah berusia 255 tahun dan segera bertambah menjadi 256 tahun. Sepuluh penguasa silih berganti duduk di tahta tertinggi kadipaten otonom pecahan Kerajaan Mataram Islam itu.
Kanjeng Gusti Pangeran Adipati Arya (KGPAA) Mangkunegara (MN) I Raden Mas Said menjadi penguasa pertama Mangkunegaran pada 1757 dengan semangat perjuangan melawan penjajahan Belanda masa itu. Di bawah kepemimpinannya, pasukan Mangkunegaran melakukan pertempuran sebanyak 250 kali.
Tongkat estafet kepemimpinan terus berlanjut dengan semangat yang terbentuk berdasarkan situasi zaman. Dinamika pasang-surut, pencapaian dan kesulitan terus melingkupi eksistensi Pura Mangkunegaran.
Tongkat kepemimpinan kini diamanahkan kepada Putra MN IX dan Prameswari-Dalem Gusti Kanjeng Putri Mangkunagoro IX, yakni KGPAA MN X Bhre Cakrahutomo yang naik tahta pada Maret 2022.
Cita-cita besar untuk menjadikan Pura Mangkunegaran memberikan dampak besar perubahan sosial dan budaya kepada masyarakat umum tertanam pada pikiran Adipati yang masih berusia 25 tahun ini.
"Tapi yang penting bagi saya adalah bagaimana Mangkunegaran ini bisa memberikan dampak sosial yang besar kepada masyarakat," kata MN X saat diwawancarai secara khusus di Pura Mangkunegaran, Kamis (29/12/2022).
KGPAA MN X Bhre Cakrahutama tumbuh di dalam keluarga penyuka fotografi. Ayah, Ibu dan eyangnya, yakni MN ke VIII adalah penyuka fotografi. Eyang dari ibunya juga diketahui Bhre sering memainkan kamera.
Kesukaan itu pun menular pada Bhre yang mulai menekuni bidang fotografi sejak usia SMP hingga saat ini. Selain itu, MN X juga sangat menyukai traveling dan kegiatan naik gunung. Bahkan Bhre bercerita kalau baru dua minggu lalu dirinya mendaki Gunung Lawu.
"Saya dari SMP sudah motret sampai sekarang. Jadi ya dengan motret timbul hobi traveling juga. Saya dari kecil suka backpacking suka naik gunung. Lebih sering dulu dari sekarang. Saya baru naik gunung sekitar dua bulan lalu saya dari Lawu. Sebelumnya paling berkesan Rinjani. Baru beberapa masih hitungan hari," ujarnya.
Dibalik hobi dan kesukaannya, pemilik nama kecil Gusti Pangeran Harya (GPH) Bhre Cakrahutomo Wira Sudjiwo ini ternyata berhasrat untuk menjabat sebagai salah satu Duta Besar Republik Indonesia, seperti nenek dari ibunya yang juga pernah menjabat sebagai Duta Besar Indonesia di Jepang pada era 1980-an.
Dia pun memutuskan untuk menempuh pendidikan di Universitas Indonesia jurusan Hukum dan lulus pada 2019. Bhre juga pernah tergabung dalam Tim Fakultas Hukum UI yang menorehkan prestasi sebagai champion final Pre-Moot Willem C Vis International Commercial Arbitration Moot yang ke-10 di Praha, Republik Ceko pada 11 Maret 2018.
Sayangnya setelah lulus, Bhre malah menjadi seorang pengacara corporate lawyer di Jakarta selama 2,5 tahun. Sebelum akhirnya diangkat menjadi MN X
"Belajar hukum itu sesuatu yang menyenangkan bagi saya, tentu awalnya sempat sulit karena banyak hafalan dan itu salah satu yang menjadi kesulitan, tentu adaptasi kemudian ketertarikannya semakin tinggi," ucapnya.
Mimpi menjadi seorang diplomat harus dikubur dalam-dalam oleh Bhre. Kini dia fokus untuk tujuan yang lebih besar, yakni menjadikan Mangkunegaran sebagai wadah bagi seluruh lapisan masyarakat, seperti seniman, akademisi, komunitas hingga masyarakat umum.
Menurutnya, cara tersebut adalah cara efektif untuk menyebarkan berbagai adat budaya Jawa, khususnya yang berada di Mangkunegaran.
"Membawa dampak sosial yang lebih besar kami tidak sendiri, tapi harus bergandengan tangan karena dengan itu kita lebih kuat," ujarnya.

Bhre sepertinya tahu betul apa yang dibutuhkan Mangkunegaran. Anak muda yang pernah menjadi sebagai cucuk lampah (pemimpin kirab) kirab Pusaka-Dalem malam Satu Suro saat SMP sekaligus Founder Mangkunegaran Jazz Festival dan Penanggungjawab renovasi atau pemugaran Pura Mangkunegaran itu, melakukan langkah konkret untuk mewujudkan ambisinya dengan membangun Taman Pracima.
Taman yang juga pernah ada pada masa MN VI dan MN VII sekaligus menjadi perwujudan dari konsep yang ia anut, yakni masa lalu tidak hanya untuk dikenal tapi juga dijadikan modal untuk masa kini dan masa depan.
Taman yang baru dibuka untuk umum pada 21 Januari 2023, dibangun berdasarkan kajian, dokumentasi dan dasar-dasar dari sumber primer yang tersimpan di Rekso Pustoko atau perpustakaan Pura Mangkunegaran.
Di dalamnya ada tiga bangunan yang disiapkan yakni Pracimasana, Pracimaloka, dan Pracimawisik. Pracimaloka terletak di sisi barat, sedangkan Pracimawisik di sisi timur pojok taman. Sementara Pracimasana menjadi bangunan utama taman yang terletak di tengah tama
"Bukan hanya menjadi sesuatu yang kami catat tetapi kami kembangkan, menghidupkan kembali di era masa kini. Pracima ini menjadi ruang budaya untuk mempertemukan Mangkunegaran dan masyarakat. Dengan kemasan yang mudah diterima, ini kan masih awal-awal dan ini masih tahap pengenalan. Misalnya kuliner Mangkunegaran, misalnya juga kesenian, busana dan sebagainya. Tapi untuk diawal ini kami akan fokus di makanan dan kesenian," katanya.

Sebagai seorang penerus tahta, seorang anak dan cucu adipati, Bhre hanya ingin membuat kedua orang tuanya dan para pendahulunya merasa bangga dengan apa yang telah ia lakukan untuk Pura Mangkunegaran. Dirinya hanya ingin melakukan yang terbaik untuk warisan yang sudah bertahan ratusan tahun.
Editor: Ary Wahyu Wibowo